ECONOMICS

Ekonom Soroti Empat Poin Paket Kebijakan Stimulus Ekonomi 2025

Tangguh Yudha 17/12/2024 12:50 WIB

Ada empat poin yang dinilai perlu dikaji lebih lanjut oleh pemerintah usai menggulirkan paket stimulus ekonomi mengikuti penetapan PPN menjadi 12 persen.

Ekonom Soroti Empat Poin Paket Kebijakan Stimulus Ekonomi 2025. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Ada empat poin yang dinilai perlu dikaji lebih lanjut oleh pemerintah usai menggulirkan paket stimulus ekonomi mengikuti penetapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

Pengamat ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, poin pertama, kenaikan tarif PPN 12 persen untuk barang mewah disebutnya tidak ada payung hukumnya.

"Saya merasa kebijakan tersebut tidak ada cantolan hukumnya karena dalam UU HPP maupun UU PPN yang lama, sistem tarif PPN kita adalah single tarif, bukan multitarif," kata Huda dalam keterangan resminya, Selasa (17/12/2024).

Maka itu, dia menyarakan pemerintah agar menerapkan pajak untuk barang mewah melalui Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

"Kebijakan untuk menaikkan tarif untuk beberapa barang mewah bisa diperluas sesuai definisi yang dikeluarkan oleh pemerintah kelak. Jika ingin menerapkan pajak untuk barang mewah, kenapa tidak melalui PPnBM," kata dia.

Poin kedua yang menjadi perhatian Huda adalah adanya dampak negatif dari kenaikan tarif PPN terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Menurutnya, kenaikan tarif PPN berpotensi menimbulkan perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

"Ketika tarif PPN di angka 10 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di angka 5 persen. Setelah tarif meningkat menjadi 11 persen terjadi perlambatan dari 4,9 persen (2022) menjadi 4,8 persen (2023). Diprediksi tahun 2024 semakin melambat," ujarnya

Di sisi lain, stimulus yang diberikan pemerintah disebut Huda juga sebenarnya hanya melanjutkan saja dengan yang sudah pernah diberikan. Beberapa menghasilkan dampak kepada perekonomian, namun tidak mempunyai efek berganda (multiplier effect) kepada penyerapan tenaga kerja formal.

"Seperti contohnya insentif pembelian rumah yang hanya memberikan dampak ke PDB namun kecil kepada pekerjaan sektor formal," katanya.

Lebih jauh Huda juga menyebut insentif mobil hybrid serta properti dengan harga maksimal Rp5 miliar hanya bisa dirasakan oleh segelintir orang saja, terutama kalangan orang kelas atas.

"Siapa yang mampu membeli properti hingga Rp5 miliar jika tidak orang kaya," ucapnya.

Huda pun menilai kenaikan tarif PPN tersebut ke beberapa barang akan melanggar undang-undang karena kebijakan multitarif. Dia juga tak segan menyebut klaim para Menteri yang mengatakan kenaikan tarif PPN untuk mematuhi UU HPP hanya omong kosong belaka.

"Jika kenaikan dibatalkan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah, tidak ada peraturan yang dilanggar. Klaim Sri Mulyani dan Airlangga kenaikan tarif PPN untuk mematuhi UU HPP hanya omong kosong belaka," ujar Huda.

(Dhera Arizona)

SHARE