ECONOMICS

Ekspor CPO RI Distop, Asing Borong Stok Malaysia dan Thailand

Dinar Fitra Maghiszha 06/05/2022 15:57 WIB

Para pembeli asing dikabarkan menyasar persediaan di Malaysia dan Thailand pasca ada larangan ekspor CPO RI.

Ekspor CPO RI Distop, Asing Borong Stok Malaysia dan Thailand (Dok.MNC)

IDXChannel - Sejalan dengan pelarangan ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunan di Indonesia, para pembeli asing dikabarkan menyasar persediaan di Malaysia dan Thailand.

Manajer Penjualan Phillip Futures yang berbasis di Kuala Lumpur, Marcello Cultrera memaparkan kebijakan larangan ekspor CPO Indonesia yang dimulai pada 28 April 2022 lalu itu memberi keuntungan bagi produsen lain.

"Kebijakan tersebut akan menyebabkan peningkatan permintaan asing beralih ke Malaysia dan Thailand," kata Marcello, dilansir Reuters, Jumat (6/5/2022).

Dia memperkirakan ekspor Indonesia bakal tergerus menjadi 1,5 juta ton, yang mengarah pada persediaan yang tinggi pada bulan Mei mendatang.

Sebagai informasi, krisis geopolitik antara Rusia dan Ukraina membuat persediaan minyak nabati global, khususnya Eropa menjadi terganggu. Pasalnya, wilayah di sekitar Laut Hitam menyumbang 60% produksi dan 76 ekspor minyak biji bunga matahari.

Ketika stok minyak nabati lain terancam, para pembeli di Eropa kembali mempertimbangkan penggunaan CPO sebagai alternatif, meskipun pernah memboikot terkait isu lingkungan hingga eksploitasi pekerja. Posisi ini memberi angin segar bagi para produsen CPO di Asia Tenggara.

Baru-baru ini, Malaysia melirik peluang ini untuk mendapatkan kembali pangsa pasar mereka, terlebih setelah ekspor CPO Indonesia berhenti.

Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Zuraida Kamaruddin menegaskan pemerintah Malaysia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan dalam krisis saat ini. Dia juga menepis propaganda barat selama ini terhadap produk sawit.

"Sudah saatnya kita meningkatkan upaya untuk melawan propaganda yang merugikan untuk merusak kredibilitas minyak sawit dan kita akan menunjukkan banyak manfaat kesehatan yang ditawarkan komoditas ini," katanya, dilansir Reuters, Jumat (6/5).

Zuraida mengungkapkan bahwa Malaysia akan mendapat manfaat dari perubahaan permintaan saat ini dan akan melakukan "upaya dan kampanye agresif" untuk mengisi kesenjangan pasokan global dalam jangka panjang.

Dirinya memprediksi harga minyak nabati global masih tetap tinggi hingga paruh pertama tahun 2022 dan permintaan UE diperkirakan akan meningkat dalam waktu dekat karena terbatasnya pasokan minyak biji bunga matahari dan minyak kedelai. 

Sebagai catatan, Malaysia dan Indonesia menyumbang 85% dari produksi minyak sawit global. Kedua negara ini sepakat menegaskan bahwa pembatasan Uni Eropa atas biofuel berbasis minyak sawit adalah diskriminatif dan telah meluncurkan kasus terpisah dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

(IND) 

SHARE