ECONOMICS

Ekspor RI di Juni Capai USD26,09 Miliar, Naik 40,68 Persen Berkat CPO

Michelle Natalia 19/07/2022 11:20 WIB

Nilai ekspor Indonesia pada Juni mencapai USD26,09 miliar, jumlah ini meningkat 40,68 persen dibanding nilai ekspor pada Mei 2022 sebesar USD21,51 Miliar.

Ekspor RI di Juni Capai USD26,09 Miliar, Naik 40,68 Persen Berkat CPO (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - Nilai ekspor Indonesia pada Juni mencapai USD26,09 miliar, jumlah ini meningkat 40,68 persen dibanding nilai ekspor pada Mei 2022 sebesar USD21,51 Miliar.

Kinerja ekspor mengalami peningkatan signifikan terutama didorong oleh kembali naiknya ekspor produk sawit setelah harga kebutuhan pokok di dalam negeri semakin stabil sehingga pelarangan ekspor produk sawit dicabut. 

“Peningkatan ekspor seiring upaya stabilisasi harga yang semakin membuahkan hasil diharapkan memberikan dukungan pada pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua dan di tahun 2022 secara umum sehingga pemulihan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat tetap kuat," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu, dikutip Selasa(19/7/2022).

Peningkatan ekspor produk sawit ini menurutnya  penting di tengah eskalasi berbagai risiko global akibat perang di Ukraina yang berkepanjangan serta berbagai tantangan multidimensional lainnya seperti pandemi yang belum sepenuhnya selesai secara merata di seluruh dunia.

Pertumbuhan ekspor yang mencapai 40,68 persen (yoy) terutama didorong oleh kontribusi sektor nonmigas yang tumbuh 41,89 persen yoy, sementara sektor migas tumbuh 23,68 persen (yoy).

Industri pengolahan konsisten sebagai kontributor utama ekspor Indonesia yang mencapai sebesar USD18,27 miliar (70,01 persen dari total ekspor), diikuti sektor pertambangan (USD5,93 atau 22,72 persen dari total ekspor), migas (USD1,53 miliar atau 5,87 persen dari total ekspor), dan pertanian (0,36 atau 1,4 persen dari total ekspor).

Di sisi lain, kinerja impor juga kembali menguat didukung oleh impor bahan baku yang menandakan aktivitas ekonomi domestic yang terus membaik. Impor bulan Juni tercatat sebesar USD21,00 miliar dibandingkan Mei 2022 yang USD18,60 miliar atau tumbuh 21,98  persen (yoy).

Pertumbuhan impor ini terutama didorong oleh sektor migas yang tumbuh 59,84 persen (yoy), sementara sektor nonmogas tumbuh 16,15 persen (yoy). Impor bahan baku merupakan impor terbesar yaitu sebesar USD16,23 miliar, kemudian diikuti oleh impor barang modal (USD3,08 miliar) dan barang konsumsi (USD1,7 miliar).

“Pandemi semakin terkendali, sehingga aktivitas ekonomi dan daya beli masyarakat menunjukkan tren peningkatan dan terus membaik. Selain itu, peningkatan impor bahan baku dan barang modal mencerminkan aktivitas sector industri dalam negeri yang terus beranjak
pulih,” lanjut Febrio. 

Pemulihan impor terkait aktivitas industri sejalan dengan pergerakan Purchasing Manufacturing Index (PMI) Manufaktur Juni 2022 yang tetap ekspansif di tengah perlambatan aktivitas industri yang terjadi di banyak negara. Menguatnya kedua komponen perdagangan internasional ini mendorong surplus neraca perdagangan bulan Juni sebesar USD5,09 miliar, terutama ditopang oleh sektor nonmigas yang mencatatkan surplus sebesar USD7,23 miliar, sedangkan sektor migas
mengalami defisit sebesar USD2,14 miliar. 

Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 26 bulan berturut-turut. Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia tahun berjalan tercatat surplus sebesar USD24,88 miliar.

“Kinerja neraca perdagangan menunjukkan bahwa kenaikan ekspor mampu menyerap risiko kenaikan harga komoditas global di sisi impor”, sambung Febrio.

Pemerintah menyadari bahwa kinerja yang tetap kuat pada perdagangan internasional Indonesia ini terjadi di saat dunia sedang dihadapkan pada berbagai risiko global, di antaranya berupa risiko krisis pangan dan energi, tekanan inflasi, dan penurunan kinerja ekonomi Tiongkok. Pemerintah terus mengantisipasi dan menyiapkan mitigasi risiko-risiko ini salah satunya dengan APBN. 

“Pemerintah akan terus menggunakan APBN sebagai instrumen sentral dalam upaya mitigasi berbagai risiko agar dampaknya tidak sampai ke masyarakat, seperti melalui kebijakan subsidi dan perlindungan sosial untuk masyarakat miskin dan rentan. Selain itu, penguatan belanja prioritas, seperti untuk pendidikan, kesehatan dan infrastruktur juga terus dilakukan untuk penguatan produktifitas dan peningkatan kapasitas produksi perekonomian nasional”, tutup Febrio. (RRD)

SHARE