Emiten Tommy Soeharto (HITS) Digugat Rp727 Miliar oleh Perusahaan Norwegia
Perusahaan asal Norwegia, Parbulk II AS (Parbulk) melayangkan gugatan kepada PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk (HITS) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
IDXChannel - Perusahaan asal Norwegia, Parbulk II AS (Parbulk) melayangkan gugatan kepada PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk (HITS) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk (HITS) merupakan perusahaan milik Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto.
Direktur Parbulk II AS (Parbulk), Christian Due, mengatakan bahwa Humpuss telah melanggar perjanjian sewa kapal dan menolak untuk mematuhi putusan pengadilan luar negeri.
Akibat dari persoalan tersebut, pihaknya mengalami kerugian sebesar USD48,18 juta atau sekitar Rp727,51 miliar.
“HITS dan anak perusahaannya sama sekali tidak menghormati putusan arbitrase dan putusan pengadilan di Inggris yang menyatakan mereka bersalah. Terdapat dugaan kuat bahwa HITS dan anak perusahaannya memanfaatkan keuntungan sebagai tuan rumah dalam perkara ini," ujarnya.
"Kecuali putusan arbitrase dan putusan pengadilan Inggris tersebut diakui dan ditegakkan di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, hal tersebut berisiko merusak kepercayaan dan keyakinan dunia internasional terhadap Indonesia serta mencegah entitas bisnis asing untuk mengadakan kontrak bisnis internasional dengan mitra usahanya yang berbasis di Indonesia”, lanjut Due.
Sengketa hukum Parbulk timbul dari sebuah Surat Pernyataan Penanggungan yang telah ditandatangani oleh HITS untuk kepentingan Parbulk atas kewajiban anak perusahaannya, Heritage Maritime Ltd. S.A (Heritage), berdasarkan perjanjian sewa kapal Mahakam.
Ketika Heritage gagal membayar kewajiban pembayarannya berdasarkan perjanjian sewa kapal tersebut dan melakukan wanprestasi lainnya seperti gagal mempertahankan asuransi yang memadai untuk Mahakam.
Selain itu, mereka juga mengganti manajer Mahakam tanpa persetujuan Parbulk dan gagal mengembalikan kapal Mahakam ke kondisi yang baik seperti sediakala dalam kurun waktu yang wajar, Parbulk sebagai pemilik kapal menuntut ganti rugi kepada Heritage dan juga HITS sebagai penjaminnya.
Parbulk memulai tuntutan hukum terhadap Heritage dan HITS, sesuai dengan forum penyelesaian sengketa yang telah disepakati berdasarkan setiap kontrak.
Parbulk berhasil mendapatkan putusan yang memenangkannya terhadap Heritage dari lembaga arbitrase London Maritime Arbitrators Association (LMAA) dan juga terhadap HITS dari High Court of England (Pengadilan Tinggi Inggris).
Namun demikian, baik HITS maupun Heritage tidak menghormati putusan-putusan tersebut dan tetap tidak membayar Parbulk hingga saat ini. Sebagai akibat dari wanprestasi yang telah dilakukan oleh HITS, Parbulk mengalami kerugian sejumlah USD48.183.659,87.
Saat ini, Parbulk tengah mengajukan gugatan terhadap HITS di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas wanprestasinya terhadap Surat Pernyataan Penanggungan dengan menjadikan Putusan Pengadilan Tinggi Inggris sebagai dasarnya.
Lebih lanjut Direktur Parbulk, Christian Due mengatakan bahwa Parbulk mengajukan gugatan terhadap HITS ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, karena HITS merupakan suatu perusahaan terbuka asal Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta Selatan.
Dalam petitum gugatannya, Parbulk memohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengabulkan seluruh gugatannya dan mengabulkan sita jaminan yang diajukan oleh Parbulk guna mencegah tidak dapat dilaksanakannya putusan tersebut di kemudian hari.
“Kami memohon dengan hormat kepada Pengadilan untuk mengabulkan hak-hak kami. Perkara ini sepatutnya diselesaikan sesuai dengan keadilan, atau hal ini akan menjadi preseden buruk bagi investor asing yang berbisnis dengan perusahaan Indonesia. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan tingkat kemudahan berbisnis di Indonesia serta peringkat Indonesia dalam hal penegakan kontrak bisnis internasional di Indonesia.” tambah Due.
Pengamat hukum yang juga pengajar Hukum Perdata, Dr. Asep Iwan Iriawan, SH., MH. mengatakan putusan Arbitrase dan putusan Pengadilan Tinggi Inggris adalah akta otentik, oleh itu kekuatannya sempurna, formal, material, dan mengikat.
"Pengadilan Negeri Jakarta Selatan harus memutuskan berdasarkan fakta otentik yang ada, dan mengabulkan tuntutan Parbulk. Jangan sampai putusan yang salah dari pengadilan akan mengakibatkan terganggunya kepercayaan luar negeri terhadap masa depan investasi di Indonesia”.
(DKH)