ECONOMICS

Epidemiolog Minta Utamakan TKI untuk Karantina Terpusat, Ini Alasannya

Carlos Roy Fajarta Barus 20/12/2021 16:06 WIB

Sebaiknya pemerintah mengambil sikap terkait proses karantina Covid-19 yang menjadi polemik dan viral beberapa waktu terakhir.

Epidemiolog Minta Utamakan TKI untuk Karantina Terpusat, Ini Alasannya (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menyebutkan sebaiknya pemerintah mengambil sikap terkait proses karantina Covid-19 yang menjadi polemik dan viral beberapa waktu terakhir. 

"Hal-hal seperti ini yang akan sangat mudah memicu konflik. Karena petugas lelah, masyarakat lelah. Tentunya ingin yang paling mudah dan murah. Karena kemampuan yang sangat beragam," ujar Dicky Budiman, Senin (20/12/2021) ketika dikonfirmasi. 

Ia menyebutkan harus ada keberpihakan dari pemerintah terhadap pekerja migran Indonesia atau TKI yang bekerja di luar negeri karena mereka merupakan pahlawan devisa. 

"Oleh karena itu selalu saya sampaikan. Harus ada peran pemerintah di sini. Khususnya untuk Pekerja Migran, mereka kan pahlawan devisa. Disinilah negara menunjukkan perannya dengan memberikan karantina terpusat yang meringankan mereka," jelas Dicky. 

Ia mengungkapkan sebenarnya pemerintah pusat mempunyai opsi lain. Pasalnya dengan kemampuan pemerintah pusat yang terbatas, tidak bisa memfasilitasi seluruh proses karantina, maka bisa bekerjasama dengan pemerintah daerah.  

"Tidak semua harus ditanggung pemerintah pusat, bisa dari situ dibawa pakai bus khusus asalkan PCR sudah negatif, langsung di koordinasikan dengan pemerintah daerah, agar melakukan karantina terpusat di daerahnya masing-masing. Jangan ada dari bus yang campur itu, harus khusus, kerja sama dengan pemerintah daerah, itu untuk pekerja migran.," kata Dicky. 

Lebih lanjut ia menjelaskan para pekerja migran tidak bisa disamakan kemampuan finansial nya dengan WNI yang berwisata ke luar negeri sehingga tidak bisa diminta melakukan karantina mandiri di hotel dengan biaya cukup tinggi. 

"Karena kita harus melihat kemampuan mereka tidak disamakan dengan orang baru berpergian liburan ke luar negeri. Ini yang harus diperhatikan. Untuk yang umum kalau masih diperbolehkan ke luar negeri dan kembali, ya harusnya opsinya kalau terbatas fasilitas karantina ya mandiri, tapi harus diverifikasi, sehingga bisa mengurangi beban. Karena banyak sekali, gak akan mampu pemerintah," tambah Dicky. 

Apabila pelaku perjalanan tersebut merupakan PNS atau pejabat negara, Dicky pun menyarankan agar proses karantina dilakukan dengan menggunakan fasilitas instansi terkait. 

"Atau kalau dia adalah PNS, kerjasama dengan kementerian lembaga, kan ada semacam balai pelatihan, termasuk BUMN, kalau ada itu dijadikan fasilitas karantina," pungkas Dicky Budiman. 

Sebagaimana diketahui, Video berdurasi 2 menit 39 detik dari seorang ibu-ibu yang mengeluhkan banyak turis dan Tenaga Kerja Wanita (TKW) terlantar menunggu karantina Wisma Atlet di Bandara Soekarno-Hatta sejak Minggu (19/12/2021) viral di media sosial. 

Ibu-ibu tersebut menceritakan kondisi antrian yang sangat panjang karena menunggu proses karantina di Wisma Atlet Jakarta yang cukup lama. Berikut ini ucapan ibu-ibu tersebut. 

"Assalamualaikum guys, ini pagi jam 4. Kita di Bandara Soekarno-Hatta mau antri karantina di Wisma Atlet, masya Allah dari Maghrib kemarin sampai subuh belum juga selesai. 

Masih ngantri panjang. Ini pemerintah benar-benar penyiksaan ini terhadap rakyatnya. Mau di hotel 1 orang nya Rp 19 juta, kalau 22 orang berapa duit? Ratusan juta. Mendingan kita menderita. 

Udah kayak pepes, orang tidur sambil berdiri. Inilah perlakuan pemerintah terhadap rakyat Indonesia. Ini sebagian besar TKW, yang turis kayak kita sebagian kecil. Dan kita punya hak untuk wisma atlet juga. 

Banyak calo-calo membujuk-bujuk kita supaya di Hotel ya Bu ya. Satu orang Rp 19 juta di hotel. Bener-bener ini mafianya luar biasa. 

Tolong diviralkan ya abang-abang, mpo2, kakak-kakak, adik-adik. Biar pemerintah melek deh, kasihan ini rakyat kita. Penyiksaan ini, ada yang sudah dari kemarin ternyata. Bener, tentaranya sendiri yang ngomong, ini dari kemaren Bu belum jadi sabar, sabar, sabar begitu. 

Dari kemaren pak? Bagaimana ceritanya sih. Berarti gak ada petugas dong, petugas nya dua melayani 4 ribu orang katanya, edan. 

Makanya kita disini beli Indomie yang harga Rp 4 ribu jadi Rp 40 ribu. Tadi saya beli Rp 30 ribu, disini tentara yang jual tadi. Tapi ada yang bilang beli Rp 40 ribu karena beli satu. Dah begitu antri air panasnya satu jam lebih, adik saya beli 3 dikasih Rp 30 ribu-an, kalau satu Rp 40 ribu-an. Tapi nyeduh nya lama nunggu dispenser nya panas. 

Sehari 4 ribu TKI yang datang, mungkin 10 persen nya turis seperti kita.

Tuh sampai pada teriak-teriak anak kecil, ini bukan karantina jadi sehat malah jadi sakit stress kayak ayam ini manusia diperlakukan kayak ayam.

(SANDY)

SHARE