Eropa Berlakukan Lockdown, Harga Minyak Cuma Terangkat 0,1 Persen
Di tengah kebijakan lockdown yang diberlakukan sejumlah negara di Eropa, harga minya mengalami kenaikan yang sangat tipis.
IDXChannel - Di tengah kebijakan lockdown yang diberlakukan sejumlah negara di Eropa, harga minya mengalami kenaikan yang sangat tipis. Dalam akhir perdagangan yang berlangsung Selasa (23/3/2021) pagi hanya mengalami kenaikan sebanyak 0,1 persen.
Dikutup dari Antara, minyak mentah Brent untuk pengiriman Mei, terangkat sembilan sen atau 0,1 persen menjadi ditutup pada 64,62 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April naik 13 sen atau 0,2 persen menjadi menetap di 61,55 dolar AS per barel.
Minyak mentah AS yang lebih aktif untuk pengiriman Mei naik 12 sen atau 0,2 persen menjadi menetap di 61,56 dolar AS per barel. Namun, kedua kontrak turun lebih dari enam persen minggu lalu setelah membuat keuntungan stabil selama berbulan-bulan didukung oleh penurunan produksi dan harapan pemulihan permintaan.
"Minyak (mengalami) minggu terburuk tahun ini karena kekhawatiran meningkat atas kasus COVID-19 yang meningkat di seluruh Eropa," kata bank Belanda ING dalam sebuah catatan. "Ini terjadi saat ada tanda-tanda yang jelas dari pelemahan di pasar fisik minyak."
Pasar fisik berada di bawah tekanan karena penyuling di seluruh dunia, termasuk China dan Amerika Serikat, memulai aktivitas pemeliharaan. Musim pemeliharaan kilang-kilang China akan mencapai puncaknya pada Mei dan mulai meruncing pada Juni, kata para pedagang, menghilangkan beberapa grade minyak mentah seperti yang ada di Afrika Barat dari outlet utama mereka.
Hampir sepertiga orang Prancis memasuki lockdown selama sebulan pada Sabtu (20/3/2021), sementara Jerman berencana untuk memperpanjang lockdown menjadi bulan kelima, menurut rancangan proposal.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memperingatkan pada Senin (22/3/2021) bahwa gelombang ketiga infeksi COVID-19 yang melanda seluruh Eropa dapat menuju ke Inggris.
“Kampanye vaksinasi belum secepat yang diharapkan pasar dan akibatnya hal ini akan berdampak pada pemulihan permintaan minyak, yang pada gilirannya mengganggu harga,” kata Louise Dickson, analis pasar minyak di Rystad Energy. (TYO)