ECONOMICS

Freeport Berpotensi Didenda Rp7,77 Triliun, Ini Respons Erick Thohir

Suparjo Ramalan 13/12/2023 15:30 WIB

Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan, penyebab utama keterlambatan pembangunan proyek fasilitas pemurnian mineral karena Covid-19 yang berkepanjangan.

Freeport Berpotensi Didenda Rp7,77 Triliun, Ini Respons Erick Thohir. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat ada potensi denda administratif yang harus dibayar PT Freeport Indonesia (PTFI) kepada negara senilai USD501,95 juta atau setara Rp7,77 triliun. Itu lantaran adanya keterlambatan pembangunan smelter.

Menanggapi catatan BPK, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan, penyebab utama keterlambatan pembangunan proyek fasilitas pemurnian mineral karena Covid-19 yang berkepanjangan.

Kendati begitu, dia enggan merespons soal potensi denda yang harus dibayar PTFI. Menurutnya, selama krisis kesehatan alias pandemi Covid-19, pembangunan proyek peleburan alias smelter PTFI berhenti. 

“Itu ada Covid, kan apa yang ada di buku sama di lapangan kan mesti sama persepsinya. Jadi saya bukan membela Freeport, yaa Covid, itu ya pada saat Covid itu ya memang berhenti,” ucap Erick saat ditemui di Graha Pertamina, Jakarta Pusat, Rabu (13/12/2023).

“Sama misalnya kalau kita diaudit, oh kenapa pendapatan kereta api jeblok jadi 20 persen? Saya jawabnya juga susah, itu yaa Covid,” lanjutnya.

BPK sebelumnya mencatat pembangunan fasilitas proyek smelter Freeport Indonesia mengalami keterlambatan karena tidak sesuai ketentuan. Freeport berpotensi terkena denda administratif hingga Rp7,77 triliun.

Laporan hasil verifikasi kemajuan fisik selama enam bulan menunjukkan pembangunan tidak sesuai dengan ketentuan, karena tidak menggunakan kurva S awal sebagai dasar verifikasi kemajuan fisik.

Progres yang dicapai PTFI, saat dibandingkan dengan rencana kumulatif menggunakan kurva S awal, tidak mencapai 90 persen, sehingga memenuhi kriteria untuk dikenakan denda administratif.

"BPK menghitung potensi denda dengan merujuk pada data realisasi penjualan ekspor PT FI, dan hasilnya menunjukkan potensi denda administratif keterlambatan sebesar USD 501,94 juta (Rp 7,77 triliun)," bunyi Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2023.

BPK pun merekomendasikan kepada Menteri ESDM untuk menginstruksikan Dirjen Minerba dalam menetapkan kebijakan mengenai kejelasan formula perhitungan denda.

"Selanjutnya, Dirjen Minerba diharapkan segera menghitung dan menetapkan potensi denda administratif sesuai ketentuan yang berlaku, serta menyampaikan penetapan denda administratif kepada PT FI dan menyetorkan jumlah tersebut ke kas negara," lanjut BPK.

(YNA)

SHARE