ECONOMICS

Gara-Gara Ini, Pengusaha Sawit Terpaksa Harus Turunkan Kualitas CPO

Advenia Elisabeth/MPI 09/07/2022 23:23 WIB

Penuhnya stok itu terjadi lantaran Perusahaan Kelapa Sawit (PKS) masih cenderung sulit menjual CPO lantaran aktivitas ekspor yang belum juga lancar.

Gara-Gara Ini, Pengusaha Sawit Terpaksa Harus Turunkan Kualitas CPO (foto: MNC Media)

IDXChannel - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengeluhkan kondisi dilematis yang dirasakan sejumlah anggotanya di daerah. Hal ini terjadi lantaran aktivitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang belum kunjung lancar meski perizinan sudah kembali dibuka.

Menurut GAPKI Cabang Kalimantan Timur (Kaltim), banyak anggotanya di wilayah tersebut yang tangki penyimpanan CPO-nya sudah mulai penuh. Penuhnya stok itu terjadi lantaran Perusahaan Kelapa Sawit (PKS) masih cenderung sulit menjual CPO lantaran aktivitas ekspor yang belum juga lancar.

"Akhirnya mau tidak mau kami terpaksa memperlama jadwal panen, dari yang normalnya tujuh sampai delapan hari sekali, kini terpaksa baru kami lakukan tiap 12 hari sekali," ujar Juru bicara GAPKI Kaltim, Azmal Ridwan, dalam mketerangan resminya, Sabtu (9/7/2022).

Dengan memperlama waktu panen, menurut Azmal, diharapkan produksi TBS menjadi CPO juga bisa diperlambat, sembari menunggu stok yang sudah ada di dalam tangki dapat terjual. Namun, strategi itu membawa dampak buruk, yaitu menurunnya kualitas CPO yang dihasilkan dari TBS yang dipanen terlalu matang tersebut.

"Karena harusnya dalam tujuh hingga delapan hari tapi kami baru panen 12 hari sekali, maka TBS ini jadi matang berlebihan. Akibatnya, tingkat keasaman CPO yang dihasilkan jadi tinggi. Artinya kualitasnya anjlok, yang tentunya itu berpengaruh juga ke harga. Dengan keasamannya tinggi, harganya juga jatuh," keluh Azmal.

Kondisi ini disebut Azmal menempatkan para pengusaha sawit menjadi serba dilematis. Di satu pilihan masa panen diperlama sehingga membuat harga turun. Namun bila harus mempertahankan kualitas dengan tetap melakukan panen tiap delapan hari sekali, maka tangki yang mereka miliki tidak lagi bisa menampung limpahan CPO yang dihasilkan.

"Kalau sudah betul-betul tidak muat, tentu kami harus hentikan produksi sampai menunggu stok di tangki terjual dulu. Dengan produksi berhenti otomatis karyawan tidak bekerja. Tapi gaji harus tetap kami bayar karena bukan keinginan mereka berhenti (bekerja), melainkan karena kerjaannya kami yang stop," ungkap Azmal.

Dengan kondisi yang terjadi ini, Azmal berharap pemerintah dapat segera mencarikan jalan keluar agar aktivitas ekspor dapat kembali berjalan dengan lancar. Dengan begitu, seluruh ekosistem sawit nasional dapat kembali bekerja dan berpenghasilan seperti sedia kala. (TSA)

SHARE