GeNose Menjadi Syarat Perjalanan, Epidemilog: Sangat Berbahaya
Epidemilog melihat tindakan Satgas Penanganan Covid-19 yang menjadikan GeNose C19 menjadi syarat perjalanan justru sangat berbahaya. Mengapa?
IDXChannel - Tindakan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 yang akan memberlakukan GeNose sebagai syarat perjalanan mendapatkan kritikan dari epidemilog. Mereka memandang pemerintah terlalu buru-buru dalam memutuskan, dan sangat berbahaya bila tetap dilaksanakan.
Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, justru mengkritisi penggunaan GeNose C19 ini. Dia menegaskan jika penggunaan GeNose ini untuk umum terlalu terburu-buru, bahkan cenderung berbahaya.
“Jadi ini menurut saya terlalu terburu-buru, sangat terburu-buru. Dan sangat berbahaya ya, cenderung berbahaya,” ungkap Dicky saat dihubungi.
Apalagi, kata Dicky, saat ini riset GeNose juga belum selesai dan masih ada titik lemah di sisi metodologinya. “Apalagi ini belum tuntas ya, belum tuntas ini risetnya. Dan banyak hal titik lemahnya ya dari sisi metodologi risetnya,” katanya.
Satgas Covid-19 resmi memberlakukan pemeriksaan tes Covid-19 dengan menggunakan GeNose C19 di semua moda transportasi sebagai alternatif screening kesehatan untuk syarat perjalanan, mulai 1 April 2021.
Alat screening lewat hembusan nafas buatan Universitas Gadjah Mada ini diklaim memiliki keakuratan mendeteksi Covid-19 lebih dari 90%. Namun, kata Dicky akurasi deteksi lebih dari 90% itu berbasis setting di rumah sakit.
“Akurasi deteksi lebih dari 90% itu, itu yang berbasis di setting rumah sakit ya, di-setting rumah sakit. Tapi kalau di populasi itu belum ada datanya, di populasi umum,” tegasnya.
“Jadi lebih tepat kalau mau diuji gunakan ya di-setting yang sama yaitu di rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Karena memang mesinnya, mesin pintarnya dilatih itu dengan setting rumah sakit dari awal. Kemudian divalidasi juga sama, sehingga kalau tiba-tiba diperuntukkan untuk populasi umum, itu yang salah kaprah menurut saya, salah kaprah. Dan berbahaya,” papar Dicky.
Apalagi, kata Dicky, hingga saat ini belum ada data riset GeNose untuk mendeteksi orang yang tidak bergejala Covid-19. “Apalagi mendeteksi orang tidak bergejala, orang berisiko rendah, itu belum ada datanya. Jadi berbeda ya setting pada fase 1, 2 nya itu berbeda dengan peruntukannya. Ini yang nggak bisa disamakan,” katanya.
Bahkan, GeNose juga masih dalam proses riset. Sehingga, kata Dicky, bisa berpotensi false negatif ketika GeNose ini digunakan. “Jadi, masih ada proses yang harus dilakukan untuk itu (riset). Terutama karena ada bias seleksi partisipan, di fase 1 nya, termasuk fase 2 nya. Jadi ini akan berpotensi terjadinya false negatif, akan sangat berpotensi,” jelasnya. (TYO)