Habiskan Satu Kuintal Kedelai per Hari, Begini Kisah Sukses Juragan Tahu Cipayung
Tak hanya menjual tahu mentah, Mardi juga menawarkan olahan tahu matang yang sudah digoreng, dan bahkan sudah dimasak menjadi tahu isi.
IDXChannel - Dalam salah satu naskah drama buatannya, Hercules Furens, penyair Romawi, Seneca, menulis sebuah frase berbahasa Latin, yaitu "Per Aspera, Ad Astra (Melalui kesulitan, menuju bintang)."
Frase ini kemudian menjadi sangat terkenal, dan bahkan digunakan sebagai motto resmi salah satu Negara Bagian Amerika Serikat (AS), Kansas. Sebuah frase yang mengajarkan bahwa jalan menuju kesuksesan pasti penuh rintangan, dan hanya dapat diraih lewat ketekunan, kerja keras dan semangat pantang menyerah.
Semangat serupa juga disampaikan oleh Mardi, salah satu perajin tahu di Cipayung, Jakarta Timur, saat ditanya tentang kunci kesuksesan, hingga kini menjadi salah satu juragan tahu di kawasan tersebut.
"Harus ulet dan konsisten. Pisau juga dibuat dari besi yang dipukul-pukul dulu sampai jadi tipis dan tajam. Jadi tidak ada itu jalan kesuksesan yang mulus, rata gitu. Pasti penuh tantangan. Berdarah-darah. Harus tetap dihadapi," ujar Mardi, saat ditemui di fasilitas produksinya, di Daerah Cipayung, Jumat (8/3/2024).
Memulai kisahnya, Mardi menyebut bahwa dia lahir dan menghabiskan masa kecilnya di daerah Cipinang, Jakarta Timur. Ayahnya dulu merupakan perajin tahu, sehingga Mardi kecil sudah sangat paham tentang seluk-beluk cara pembuatan tahu dari Sang Ayah.
"Dari umur 15 tahun sudah ikut bikin tahu. Ikut Ayah sendiri, diajari dari A sampai Z soal pembuatan tahu. Kalau di sini (Cipayung) mulai 1986, ikut orang (sebagai karyawan)," tutur Mardi.
Juragan
Seiring dengan terjadinya krisis moneter pada 1998, bisnis tahu di mana Mardi bekerja kolaps, terdampak oleh harga bahan baku yang melambung dan anjloknya daya beli masyarakat.
Alhasil, pendapatan yang didapat Mardi dari Sang Majikan juga terganggu, dan bahkan secara nominal juga terpangkas habis-habisan. Dari sana lah Mardi mulai berpikir bahwa hidup tidak akan bisa tenang bila masih bergantung pada orang lain.
"Jadi ketimbang ikut orang, saat itu saya putuskan untuk merintis (bisnis) sendiri. Karena biar pun kecil, tetap saja itu bisnis kita sendiri. Kita juragannya. Tapi kalau ikut (bekerja ke) orang (lain), mau sebesar apa pun bisnisnya, kita tetap karyawan. Bukan juragan," papar Mardi.
Mengawali bisnisnya sendiri, Mardi memulai produksi dengan mengolah 30 kilogram bahan baku kedelai. Hasil produksi juga dia pasarkan sendiri dari lapak ke lapak pedagang sayur di pasar, warung-warung penjual makanan, kedai kopi hingga penjual gorengan.
Tak hanya menjual produk tahu dalam kondisi mentah, Mardi juga menawarkan olahan tahu matang yang sudah digoreng, dan bahkan sudah dimasak menjadi cemilan tahu isi. Selain memudahkan pelanggan, dengan menjual produk tahu siap makan membuat marjin keuntungan Mardi juga cukup menebal, dibanding tahu dijual dalam kondisi mentah.
"(Proses) Produksi siang sampai sore. Nanti jam 6 (sore) saya sudah mulai keliling, bawa tahu matang ke warung-warung makan, warung kopi dan penjual gorengan. Malam pulang, istirahat. Nanti pagi muter lagi bawa (tahu) yang mentah ke pasar-pasar basah, pedagang sayur keliling," ungkap Mardi.
Dari keuletannya menjalankan bisnis, kini tercatat sedikitnya 50 warung dan kedai telah menjadi pelanggan tetap Mardi. Meski begitu, Mardi juga masih melayani bila ada pembelian di luar pesanan dari pelanggan tetapnya.
"Asal masih ada barang, ya kita layani. Hanya saja, kita produksi prioritasnya lebih ke yang sudah dipesan rutin oleh pelanggan," urai Mardi.
Tiga Kali Lipat
Dua puluh lima tahun lebih berjalan, bisnis Mardi kini sudah berkembang pesat, dibanding saat pertama kali dirintis. Dilihat dari konsumsi bahan baku saja, misalnya, dari semula hanya 30 kilogram per hari, kini secara rata-rata aktivitas produksi Mardi menghabiskan sekitar 50 kilogram sampai 80 kilogram per hari.
Itu artinya, kapasitas produksi Mardi telah tumbuh lebih dari dua kali lipat, dan bahkan telah mendekati tiga kali lipat dari sejak pertama dirintis pada 1998 silam.
"Dulu sebelum COVID-19 malah bisa sampai satu kuintal (100 kilogram) per hari. Malah lebih. (Kapasitasnya) Mentok segitu karena kita kekurangan tenaga (kerja). Pas sudah masuk COVID-19, waduh, paling banyak cuma 50 kilogram per hari. Itu pun jarang-jarang. Lebih banyak di bawahnya," keluh Mardi.
Kalau untuk kondisi saat ini, Mardi mengeklaim secara rata-rata per hari bisa mengolah sekitar 70 kilogram sampai 80 kilogram per hari. Dari sana, Mardi bisa mengantongi omzet rata-rata sekitar Rp9 juta sampai Rp10 juta per bulan.
Target ke depan, Mardi berharap dalam waktu dekat sudah bisa mengembalikan tren bisnisnya seperti saat sebelum COVID-19, dengan kapasitas produksi mencapai satu kuintal per hari, bahkan lebih.
"Makanya, biar kata sudah punya pelanggan tetap, biasanya pulang dari antar pesenan gitu saya suka tetap nawarin ke warung-warung baru, penjual-penjual gorengan baru, atau warung kopi. Buat nambah-nambah pembeli ke depan," tandas Mardi.
Kupedes
Dalam mengembangkan bisnisnya, Mardi mengaku telah beberapa kali terbantu dengan adanya pinjaman modal dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Pertama kali pinjaman tersebut didapat pada 2011 lalu, dengan nilai pinjaman sebesar Rp30 juta, dengan tenor selama tiga tahun.
Awal mula pinjaman tersebut disebut Mardi didapat dari salah satu pelanggan tetap tahu isinya, yang rupanya bekerja sebagai salah satu staf back office di BRI Unit Cipayung, yang berada di bawah naungan Kantor Cabang Kramat Jati.
Saat itu, Mardi ditawari untuk mendapatkan pinjaman modal melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang memang digagas pemerintah untuk membantu pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) seperti Mardi untuk mengembangkan bisnisnya, lewat pinjaman modal berbunga rendah.
"Ditawarin aja gitu, dan alhamdulillah prosesnya mudah. Cepat banget (proses pencairannya). Bersyukur juga sudah dipercaya, dan sudah beberapa kali (mendapatkan kredit). Alhamdulillah lancar terus. Tidak ada kendala," kata Mardi.
Kini, dengan telah beberapa kali mengajukan pinjaman BRI, Mardi telah 'naik kelas' dari semula nasabah KUR, berkembang menjadi nasabah komersial, melalui produk pinjaman Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes).
Karena merupakan nasabah komersial, maka nilai bunga yang dibebankan pada Mardi jadi lebih besar dari porsi bunga pada Program KUR, mengingat tidak adanya lagi subsidi bunga yang dibayarkan oleh pemerintah.
"Memang (bunganya) agak lebih besar, tapi masih mending lah. Menurut saya dengan sudah dikasih pinjaman sesuai kebutuhan untuk bisnis, bunga segitu masih wajar. Tidak memberatkan," klaim Mardi.
Harapan
Dengan bisnis yang telah berkembang pesat dalam 25 tahun terakhir, banyak sudah pencapaian yang telah didapat oleh Mardi. Selain taraf hidup yang semakin membaik, hal paling membanggakan bagi Mardi adalah keberhasilannya menyekolahkan anak sampai lulus dari bangku SMA.
"Mungkin bagi orang lain, itu biasa saja. Cuma buat saya dan istri yang boro-boro lulus SMP, bisa membiayai dua anak sampai lulus SMA, itu bahagia sekali. Sekarang dua-duanya juga sudah mandiri. Yang satu bisnis buka bengkel, dan satu lagi jadi karyawan Jamsostek. Modal sama sekali tidak dari saya, mereka usahakan sendiri," sebut Mardi, dengan bangga.
Dengan kesuksesan yang telah dicapai tersebut, Mardi mengaku tidak banyak lagi keinginan yang kini ingin diraihnya. Paling realistis hanya berharap agar bisnisnya terus bertahan dan berkesinambungan sampai kelak dia dan istri menua.
Untuk mewujudkannya, Mardi kini berharap dapat terus mendongkrak kapasitas bisnisnya hingga mencapai satu kuintal per hari. Karena jika target tersebut dapat tercapai, Mardi mengaku bakal menambah jumlah karyawan menjadi dua orang, dan satu lagi untuk menggantikannya.
"Dulu sebelum COVID-19 sempat (punya) dua (karyawan). Sama saya jadi tiga. Nah kalau sampai tembus satu kuintal (per hari), stabil lah selama sebulan gitu, niatnya mau nambah satu lagi seperti sebelum COVID-19. Sama kalau cita-cita yang belum kesampaian, Insya Allah mau umroh bareng istri. Semoga terkabul," tegas Mardi.
Nasabah Teladan
Menurut Kepala Unit BRI Cipayung, Husnul Fuad, Mardi merupakan salah satu contoh nasabah teladan yang dimilikinya, dengan rekam jejak pembayaran yang relatif tertib, dan dengan kebermanfaatan pinjaman kredit yang terbukti terhadap kemajuan bisnisnya.
Dengan catatan positif tersebut, Fuad menyebut bahwa Mardi juga kerap kali dilibatkan BRI dalam sejumlah program pembinaan bagi para pelaku UMKM pemula. Dengan harapan, sosok dan kisah sukses yang telah dijalani Mardi dapat menginspirasi dan menyemangati nasabah kredit BRI lainnya, yang masih dalam tahap merintis usaha.
Secara total, Fuad menjelaskan, ada 1.987 nasabah kredit BRI yang kini berada dalam naungan Kantor Unit Cipayung. Seluruh nasabah tersebut terbagi dalam dua jenis program, yaitu KUR dan Kupedes.
"Beda di pagu pemberian kreditnya. Kalau KUR kita hanya bisa berikan antara nol sampai Rp100 juta. Sedangkan untuk Kupedes, dari mulai Rp500 ribu hingga Rp500 juta," ujar Fuad.
Selain besaran nilai kredit yang diberikan, Fuad menjelaskan, program KUR lebih diprioritaskan pada para pelaku UMKM yang benar-benar baru memulai bisnisnya dari awal. Karenanya, jika telah beberapa kali mendapatkan fasilitas KUR, maka Si Nasabah akan lebih diarahkan oleh pihak BRI untuk beralih ke Program Kupedes.
Dengan demikian, pagu pemberian kredit KUR yang dimiliki BRI dapat diberikan ke pelaku UMKM baru lagi, sehingga penerima manfaat dari program KUR bisa semakin banyak dan meluas.
"Makanya untuk nasabah seperti Pak Mardi ini, kita sudah arahkan ke Kupedes. Tidak bisa lagi mengajukan KUR, karena untuk alokasi ke pengusaha yang dari nol lagi," tegas Fuad. (TSA)