Harga Mendingin, Indonesia Masih Bisa ‘Cuan’ dari Ekspor Batu Bara Low Grade
Harga batu bara terus mencatatkan pelemahan di akhir 2022 hingga awal 2023.
IDXChannel - Harga batu bara terus mencatatkan pelemahan di akhir 2022 hingga awal 2023. Melihat tren ini, Indonesia bisa saja terdampak terutama bagi pendapatan dari perdagangan batu bara.
Riset Indo Premier sekuritas mengungkapkan turunnya harga batu bara acuan Indonesia Coal Index (ICI) diprediksi akan mengikis 0,4% hasil ekspor bersih ‘emas hitam’ di sepanjang 2023.
Sebagai informasi, Indonesia menggunakan 4 indeks untuk Harga Batubara Acuan (HBA), di antaranya Globalcoal Newcastle Index (GCNC), Newcastle Export Index (NEX), Index Platts dan Indonesia Coal Index (ICI) di mana komposisinya seimbang masing-masing 25%.
“Model sensitifitas analis kami menghitung setiap terjadi koreksi harga USD1 per ton pada harga rata-rata ICI grade 1-4 atau lintas kalori, maka trade balance akan berkurang sebesar USD21,3 miliar dengan level BEP di harga rata-rata ICI USD91,8/ton versus harga Januari lalu sebesar USD141/ton,” kata rilis terbaru Indo Premier, dikutip Selasa (28/2).
Riset Indo Premier juga memperkirakan harga rata-rata batu bara ICI grade 1 hingga 4 akan terkoreksi sebesar 12% yoy disepanjang tahun 2023.
Ini menandakan berakhirnya era pesta emas hitam yang sempat menembus harga di atas USD400 per ton pada 2022. Namun, secercah harapan menghampiri komoditas utama RI ini dengan potensi peningkatan permintaan dari China dan India.
Berkah Permintaan India-China
Angin segar bagi batu bara low-grade ICI datang dari India dan China yg tercatat kembali menunjukkan peningkatan impor batu bara di sepanjang Januari lalu.
Mengutip Reuters, Senin (27/2), harga batu bara low-grade Indonesia dengan kalori 4,200 kcal/kg tercatat naik 7,7% ke level USD73.42/ton dibandingkan level terendah 13 bulan terakhir yang terjadi minggu lalu di USD68,18 per ton tepatnya pada 24 Februari lalu.
Dilaporkan Reuters, terdapat tanda-tanda permintaan impor yang lebih kuat dari India dan China untuk bahan bakar pembangkit listrik. Kedua negara tersebut diketahui mencatatkan impor batu bara lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
Selain itu, batu bara kelas ini biasanya dibeli China sebagai bahan baku campuran dengan pasokan domestik. Sementara otoritas India dikabarkan tertarik dengan harganya yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis yang dipasok oleh Australia dan Afrika Selatan.
Dalam beberapa bulan terakhir, India dilaporkan sempat membatasi volume batu bara yang diimpor dari Indonesia dan lebih memilih untuk membeli emas hitam Rusia dengan potongan harga yang sangat besar atau pasokan dari Australia.
Namun, negeri tersebut tengah mengalami kekurangan pasokan listrik karena permintaan daya yang meningkat di musim panas dan telah mendorong mengandalkan batu bara impor sebagai bahan bakar.
India sendiri dilaporkan memiliki sekitar 17 gigawatt pembangkit yang bergantung pada impor batu bara.
Data dari analis komoditas Kpler menunjukkan kenaikan impor batu bara termal India sebesar 10,19 juta ton pada Februari 2023. Angkanya naik dari 9,71 juta ton pada Januari dan tertinggi sejak November tahun lalu.
Peningkatan tersebut didorong oleh volume yang lebih tinggi dari Indonesia, dengan impor diperkirakan mencapai 6,09 juta ton pada Februari 2023, naik dari bulan sebelumnya sebesar 4,36 juta ton.
Mengingat pasar yang kompetitif, India juga kemungkinan meningkatkan impor dari Australia, khususnya batu bara dengan grade 5.500 kkal/kg.
Harga batu bara jenis ini juga telah merosot dalam beberapa bulan terakhir, tetapi mencatat kenaikan menjadi USD118,55 per ton, dari level terendah selama 13 bulan di level USD117,72.
Batubara Australia 5.500 kcal/kg juga dulunya populer di kalangan pembeli di China, tetapi perdagangannya ambruk setelah Beijing memberlakukan larangan impor dari Australia pada pertengahan 2020 akibat adanya perselisihan politik bilateral.
Larangan ini kemudian dicabut bulan lalu dan sudah ada beberapa tanda China akan melanjutkan impor batubara Australia.
Meskipun demikian, Kpler telah melacak sekitar 584.000 ton batu bara termal Australia tiba bulan ini di pelabuhan China. (ADF)