ECONOMICS

Harga Minyak Diprediksi di Kisaran USD75-100 per Barel di 2023

Selfie Miftahul Jannah 28/12/2022 07:14 WIB

Harga minyak mentah mengalami lonjakan hingga USD130 dolar per barel pada bulan Maret, karena invasi Rusia terhadap Ukraina.

Harga Minyak Diprediksi di Kisaran USD75-100 per Barel di 2023. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Harga minyak mentah mengalami lonjakan hingga USD130 dolar per barel pada bulan Maret, karena invasi Rusia terhadap Ukraina. Pada Jum’at kemarin, minyak mentah dengan jenis West Texas Intermediate (WTI) dijual seharga USD80 dolar per barel, sementara Brent Internasional dijual seharga di atas USD83 dolar per barel.

Melambatnya ekonomi dunia, pembatasan sosial oleh Pemerintah China dan menguatnya mata uang dolar telah menutunkan harga minyak lebih dari 23% selama enam bulan terakhir.

Adapun Kepala Riset Komoditas global Citi di Yahoo Finance Live, Ed Morse memprediksi bahwa harga minyak jenis Brent pada tahun 2023 akan dijual seharga USD80 dolar per barel dan harga minyak jenis WTI akan dijual seharga USD75 dolar per barel.

Ed juga memprediksi bahwa permintaan minyak tahun depan akan tumbuh mencapai 1,3 juta barel per hari dan pasokan tambahan akan datang dari Benua Amerika.

"Omong-omong, kasus dasar kami adalah bahwa pertumbuhan permintaan minyak tahun depan akan menjadi sekitar 1,2 atau 1,3 juta barel per hari. Dan kasus dasar kami adalah bahwa pasokan akan tumbuh dua kali lipat dari jumlah itu selama tahun depan. Sebagian besar datang dari Belahan Bumi Barat, dari AS, Brasil, Kanada, Guyana, Argentina, mungkin Venezuela, dan bahkan Meksiko,” katanya.

Analis Komoditas Global dari Perusahaan JPMorgan, Natasha Kaneva dan timnya memperkirakan harga minyak jenis Brent akan dijual seharga USD 90 dolar per barel. Natasha mengatakan organisasi OPEC+ akan berupaya untuk menjaga keseimbangan pasar pada 2023 dan pasokan minyak meningkat sebesar 30%.

"Perkiraan kami sebesar USD 90 Brent pada tahun 2023 bertumpu pada pandangan bahwa aliansi OPEC+ akan melakukan upaya besar untuk menjaga keseimbangan pasar tahun depan. Kami memperkirakan pasokan tumbuh sebesar 30% di atas laju permintaan pada tahun 2023, karena produksi Rusia sepenuhnya normal dan kombinasi proyek konvensional (Brasil, Norwegia, Guyana) dan nonkonvensional (AS, Kanada, Argentina) memasok tambahan 1,6 mbd,” ungkapnya.

Kepala Analisis Energi Global, Tom Kloza dan Kepala Analis Minyak di OPIS, Denton Cinquegrana memperkirakan harga minyak jenis Brent pada tahun 2023 akan dijual seharga 95 hingga 96 dolar per barel dan harga minyak jenis WTI akan dijual seharga USD 90 dolar per barel.

"Harga rata-rata 2022 untuk WTI tampaknya tepat di sekitar USD94,50/bbl. Kami menduga bahwa tahun 2023 akan melihat harga hanya sedikit di bawah angka ini dengan USD90/bbl ramalan yang masuk akal untuk WTI, dengan kemungkinan USD95-$96/bbl untuk Brent. Tepatnya seberapa tinggi angka-angka ini bergerak di atas rata-rata akan bergantung pada keberhasilan pembukaan kembali China dan kemampuan negara-negara barat untuk menghindari resesi yang signifikan,” jelasnya.

CEO Infrastructure Capital Advisors dan Manajer Portofolio ETF InfraCap Equity Income, Jay Hatfield memperkirakan minyak mentah akan dijual seharga 80 hingga 100 dolar per barel.

"Kami memperkirakan minyak diperdagangkan dalam kisaran USD80-USD100 sementara perang Ukraina berlanjut," menambahkan bahwa "permintaan minyak China kemungkinan akan pulih karena muncul dari kebijakan penguncian nol-COVID,” ujarnya.

Selain harga prediksi harga minyak, beberapa sumber yang berkompeten di sektor energi juga berbicara mengenai prediksi saham energi pada 2023.

Pada 2022, komoditas terkait energi berhasil mengakhiri tahun ini sebagai pemenang di antara sektor-sektor lainnya dengan kenaikan XLE sebesar 55%.

Para investor bertanya-tanya apakah mereka dapat mengulangi kesuksesan tahun 2022 di tahun 2023. Pedagang Energi Senior CIBC Private Wealth AS, Rebecca Babin mengatakan bahwa hal tesebut merupakan “topik pertempuran”.

"Saya pikir ini akan menjadi perdagangan yang lebih sulit pada tahun 2023, tetapi saya pikir ini adalah perdagangan yang masih bisa berhasil, berdasarkan fakta bahwa perusahaan-perusahaan ini tidak membuat keputusan gegabah tentang peningkatan produksi ketika minyak mentah—ketika minyak mentah naik," kata Babin.

"Mereka kurang leverage, mereka lebih disiplin, dan mereka sangat fokus untuk mengembalikan uang tunai kepada pemegang saham,” tambahnya.

Babin mengungkapkan berdasarkan valuasi yang relatif rendah, saham energi dapat diperdagangkan dengan sangat baik.

Sekarang, saya tidak tahu apakah mereka akan mengungguli pasar lainnya seperti yang mereka miliki tahun ini, tetapi saya pikir ada perdagangan struktural jangka panjang, 2023 hingga 2024 dalam ekuitas energi AS yang akan menghasilkan hasil yang baik,” katanya.

Penulis: Ahmad Dwiantoro

(SLF)

SHARE