HIPPI Sebut Perpanjangan PPKM Darurat Bikin Pengusaha Makin Keok
Perpanjangan PPKM Darurat dinilai pengusaha semakin menyulitkan mereka. Dunia usaha sudah dalam posisi bertahan pada cash flow yang sangat tipis.
IDXChannel - Dunia usaha saat ini tengah dihantui rasa ketakutan dengan situasi pandemi Covid-19 yang tak kunjung beri sinyal pemulihan. Ditambah lagi dengan kabar bahwa PPKM Darurat akan diperpanjang jika kasus Covid-19 belum menunjukkan penurunan yang signifikan.
Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan sejak tahun lalu saat pemerintah menerapkan kebijakan PSBB hingga aturan PPKM Darurat saat ini, sebenarnya dunia usaha sudah dalam posisi bertahan pada cash flow yang sangat tipis dengan harapan ekonomi Indonesia bisa lekas ke arah lebih baik.
“Pada awalnya pemerintah juga kelihatannya memiliki keyakinan untuk pulih perekonomian kita makanya pemerintah membuat suatu target pertumbuhan ekonomi di kuartal II itu 7%. Tapi dalam perjalannya kita lihat bahwa kasus Covid-19 ini pasca idul fitri ternyata diluar dugaan. Bahkan lebih dahsyat daripada tahun yang lalu,” ujarnya dalam Market Review di IDX Channel, Jumat (16/7/2021).
Ia menuturkan dari sisi situasi Indonesia yang semakin genting dengan lonjakan kasus yang kian mengganas dan ketika akhirnya pemerintah memutuskan status PPKM Mikro menjadi PPKM Darurat, pengusaha semakin resah dan gelisah. Sebab berbagai sektor usaha di wilayah Jawa dan Bali terutama non esensial dan kritikal harus tutup.
Senada dengan hal itu, ia menyampaikan sektor usaha esensial pun juga ikut terdampak dari aturan PPKM Darurat. Seperti salah satu contohnya adalah sektor keuangan.
“Sector keuangan dengan keterbatasan mobilitas masyarakat, akan menurun. Kemudian juga di perbankan banyak dana yang tidak terserap untuk dipinjam oleh para pengusaha-pengusaha. Karena para pengusaha di Indonesia ingin menambah modal kerjanya dalam kondisi seperti ini tidak akan mungkin. Sebab daya beli masyarakat menurun kemudian mengembangkan usaha dalam situasi dan kondisi seperti saat ini juga tidak akan mungkin,” kata Sarman.
Ia menerangkan apabila PPKM Darurat ini diperpanjang lagi, maka pengusaha semakin tidak ada profit, tidak ada omset, sedangkan biaya operasional terus berjalan, gaji karyawan harus dibayar, para pedagang pun juga harus membayar sewa tempat.
“Di mal itu banyak beragam pedagang. Dan mal sudah tutup hampir dua minggu. Jadi kalua PPKM Darurat ini diperpanjang lagi, pengusaha tidak ada profit, tidak ada omset, belum lagi biaya operasional terus berjalan, gaji karyawan harus dibayar, para pedagang juga harus membayar sewa tempat. Bisa dibayangkan bagaimana mereka mengatur cash flownya,” ungkap dia.
Namun, di balik itu ia menuturkan selama PPKM Darurat berlangsung hingga 20 Juli mendatang, ia meyakini para pengusaha akan mampu untuk bertahan walaupun dengan cash flownya yang sangat sekarat.
Namun, lanjut dia, jika misalnya PPKM Darurat benar diperpanjang, maka ada tiga kemungkinan yang terjadi. Pertama, kemungkinan akan ada pengusaha yang mampu bertahan dengan cash flow seadanya. Artinya, ada komunikasi antara pihak pengusaha dengan para pekerjanya. Misalnya dengan menurunkan gaji pegawai.
Kedua, adanya kemungkinan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). “Kemudian yang ketiga, lebih ekstremnya lagi para pengusaha akan menutup usahanya,” tambahnya.
Terkait hal itu, ia menyampaikan dalam kondisi dunia usaha yang sudah sekarat seperti sekarang ini, pemerintah harus segera hadir. Pertama dari sisi menggerakkan ekonomi. Dunia usaha swasta tidak akan mungkin bisa diandalkan untuk menggerakkan ekonomi negara. Sementara sector tersebut adalah kunci penggerak ekonomi.
“Yang harus dilakukan pemerintah itu harus adil dengan APBN artinya bantuan sosial, subsidi gaji, bantuan modal pada UMKM dan korporasi, untuk segera di keluarkan supaya para penguasaha memiliki daya tahan. Kemudian yang kedua menetapkan kebijakan keringanan pajak bagi para pengusaha,” terang dia.
Selanjutnya, Sarman menambahkan bahwa para pengusaha sangat berharap agar pemerintah dapat melakukan evaluasi kebijakan-kebijakan yang terjadi di lapangan, untuk melihat keefektifan dari aturan yang telah dibuat.
Ia mencontohkan bahwa implementasi dilapangan, ketika ada pengusaha yang meminta renggang waktu untuk mencicil pinjaman pokok, dalam realitanya pada bank satu dengan bank lain kebijakannya bisa berbeda. Dimana semestinya aturan dasarnya sama. Dari hal itu, HIPPI menginginkan pihak pemerintah untuk melakukan evaluasi di lapangan.
“Jika apabila kebijakan dari sumbernya belum jelas, bikin yang pasti. Sehingga kebijakan dari atas (pusat) dengan pengambil keputusan yang berada dibawah bisa sama. Dengan begitu para pengusaha tidak kesulitan dan dibingungkan,” tandasnya. (NDA)