Impor KRL Bekas Jepang Terancam Batal, Erick Thohir: Kalau Mahal Enggak Jadi
Erick Thohir menegaskan jika harga rangkaian KRL dan biaya impor mahal, maka rencana mendatangkan 10 kereta bekas dari Jepang dibatalkan.
IDXChannel - Kementerian BUMN masih mempelajari hasil kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait rencana impor 10 Kereta Rel Listrik (KRL Commuter Line) bekas asal Jepang. Berdasarkan rekomendasi BPKP, impor rangkaian kereta tidak diperlukan saat ini.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, pun menegaskan jika harga rangkaian KRL dan biaya impor mahal, maka rencana mendatangkan 10 kereta bekas dari negeri Sakura itu dibatalkan.
"Kemarin ada audit dari BPKP sedang dipelajari, itu kalau kemahalan tentu opsinya tidak (impor), tapi kalau hanya membebani penambahan kapasitas dengan harga yang mahal, tentu kita harus berpikir ulang," ujar Erick, Selasa (18/4/2023).
Rencana impor 10 KRL bekas Jepang hingga kini masih difinalisasi pemerintah. Padahal, kebutuhan terhadap layanan KRL tahun ini melonjak naik. Namun, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) akan mempensiunkan 10 rangkaian KRL pada tahun ini, lalu 16 rangkaian pada 2024.
Untuk kapasitas, setiap satu gerbong mampu melayani 175 orang. Sementara, satu rangkaian KRL terdiri 8-12 gerbong. Jika dihitung secara simultan atau pulang pergi, maka satu rangkaian kereta bisa melayani puluhan ribu penumpang.
Dari perhitungan tersebut, dipastikan ratusan ribu calon penumpang KRL tidak dapat mengakses layanan kereta, bila kebutuhan kereta tidak disediakan KCI tahun ini.
"Nah cuman kemarin kan sudah dibicarakan ini peningkatan di kereta ini cukup tinggi, ini solusinya apa impor atau bikin sendiri," kata dia.
Kementerian BUMN sebelumnya menilai impor perlu dilakukan dengan pertimbangan kebutuhan kereta yang mendesak.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA belum siap memasok jumlah kereta sesuai kebutuhan yang diminta. Pasalnya, produksi gerbong transportasi massal itu membutuhkan waktu lama.
"INKA enggak siap untuk produksi dalam negeri, bukan harganya mahal," jelas Arya.
(FRI)