Impor Migas USD15 Miliar Jadi Kesepakatan Dagang AS, Perhatikan Kesiapan Logistiknya
Kesepakatan perdagangan antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) terkait impor komoditas energi dipastikan berdampak pada tingginya biaya logistik.
IDXChannel - Kesepakatan perdagangan antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) terkait impor komoditas energi dipastikan berdampak pada tingginya biaya logistik yang harus ditanggung.
Selain itu, jika impor migas dari Negeri Paman Sam ini terealisasi, maka otomatis akan menggeser negara lain yang selama ini menjadi importir utama Indonesia.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, sebagian besar impor produk petroleum oil Indonesia selama ini berasal dari negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia serta Timur Tengah.
Sebagai informasi, nilai impor minyak dari Singapura pada 2024 tercatat sebesar USD21 miliar, dan Malaysia USD4,5 miliar. Sementara AS berada di posisi 21 dengan nilai impor minyak mencapai USD19 juta.
Berbeda dengan petroleum oil, untuk produk petroleum gas, AS merupakan pemasok utama ke Indonesia dengan nilai transaksi mencapai USD2,03 miliar pada 2024, meningkat dibanding 2023 sebesar USD1,54 miliar.
Adapun total impor produk petroleum gas Indonesia pada tahun lalu mencapai US3,80 miliar, naik dibanding 2023 sebesar USD3,67 miliar. Selain AS, impor petroleum gas Indonesia berasal dari Qatar, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.
“Impor AS dari semula USD2 miliar plus USD19 juta pada 2024, sekarang akan jumping ke USD15 miliar. Tentu ini akan menggeser porsi negara-negara lain,” ujar Komaidi di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Dia menambahkan, Adanya perubahan pemasok migas dari AS ini juga bakal berdampak pada tingginya biaya logistik. Selain biaya kapal yang makin tinggi karena waktu yang lebih lama, biaya asuransinya pun akan makin mahal.
“Jadi sebaiknya kebijakan ini impor komoditas energi ini dipertimbangkan dengan matang” ucap Komaidi saat diskusi di Jakarta, Rabu (24/7/2025).
Komaidi mengungkapkan, konsekuensi peningkatan rencana impor migas dari AS bisa memang akan menggeser negara-negara lain atau menambah volume.
Penambahan volume ini juga akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan penyimpanan di dalam negeri.
Dia menambahkan, selain faktor biaya, apabila pemerintah merealisasikan impor migas dari AS hingga USD15 miliar maka harus dipertimbangkan juga reaksi dari negara-negara lain yang selama ini mengekspor ke Indonesia.
“Singapura misalnya yang paling besar impor minyaknya ke kita, juga negara dengan investasi terbesar di Indonesia,” kata Komaidi.
Berdasarkan catatan ReforMiner, sebagian besar impor migas, selain dari negara-negara tetangga juga berasal dari Afrika dan Timur Tengah yang secara waktu pengiriman sekitar 10 hari. Sementara impor migas dari AS, jika langsung dari Texas bisa memakan waktu 30-40 hari.
“Kalau lewat Teluk Meksiko, itu risikonya besar dan hubungan ke biaya asuransi yang menjadi lebih besar, jika dibanding saat kita mengambil dari Afrika atau Timur Tengah tempat biasa kita ambil dari sana,” kata Komaidi.
Yang juga harus dipertimbangkan, kata Komaidi, jika mengambil langsung dari AS dengan lama perjalanan 30-40 hari, maka ada potensi mengganggu stok yang maksimal 23 hari.
“Kalau sampai 30 hari kapal belum datang, stok yang di dalam negeri bisa habis. Ini isu yang perlu dipertimbangkan,” tutur dia.
Komaidi menambahkan, impor migas dari AS bisa kompetitif apabila Indonesia mendapat harga lebih murah.
Di sisi lain, menurut kajian ReforMiner, pengalihan impor migas dari Singapura dan Kawasan Timur Tengah ke AS menjadi momentum untuk menunjukkan masih besarnya peran migas dalam konteks stabilitas ekonomi nasional dan negosiasi perdagangan dengan negara lain.
“Ini menunjukkan migas di tengah isu transisi energi yang dikatakan banyak pihak sebagai industri yang sudah sunset, ternyata masih memiliki peranan sangat penting,” kata Komaidi.
(DESI ANGRIANI)