ECONOMICS

Inalum Masih Impor 500 Ribu Ton per Tahun dari India dan Australia

Suparjo Ramalan 22/03/2022 09:22 WIB

Inalum hingga sampai saat ini masih ketergantungan pasokan impor alumina. BUMN tambang ini mengimpor sebanyak 500.000 ton per tahun.

Inalum Masih Impor 500 Ribu Ton per Tahun dari India dan Australia (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - PT Inalum (Persero) hingga sampai saat ini masih ketergantungan pasokan impor alumina. BUMN tambang ini mengimpor sebanyak 500.000 ton per tahun alumina dari India dan Australia.

"Inalum saat ini ada ketergantungan impor alumina, impor satu tahun 500.000 ton alumina per tahun dari India dan Australia," ujar Danny, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, dikutip Selasa (22/3/2022).

Untuk memenuhi kebutuhan alumina dalam negeri, pada 2020 lalu pemerintah berinisiatif membangun proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat. Danny mencatat proyek ini mampu memproduksi Alumina sebesar 1 juta ton per tahunnya.

Dengan begitu, keberadaan proyek pemurnian ini mampu memenuhi kebutuhan bahan baku Inalum. Bahkan, sebagian hasil produksinya pun bisa di ekspor ke negara lainnya. Malangnya, pembangunan Proyek Strategi Nasional (PSN) ini justru mengalami stagnasi akibat sejumlah persoalan. 

"Kapasitas dari smelter mempawah ini kapasitasnya 1 juta ton berarti 500.000 ton akan cukup memenuhi kebutuhan inalum dan 500.000-nya kita bisa ekspor jadi kebutuhan smelter bisa dijalankan termasuk offtaker dari bauksit," ungkapnya. 

Saat ini Smelter Grade Alumina Refinery stagnan di angka 13,7 persen. Seharusnya progres proyek strategi nasional ini hingga Maret 2022 mencapai 77 persen dan siap beroperasi pada 2023 mendatang.

Direktur Utama PT Borneo Alumina Indonesia (BAI), Dante Sinaga menjelaskan ada sejumlah persoalan utama yang menyebabkan proyek pemurnian tersebut tak berjalan sesuai rencana. Masalah utamanya adalah terhambatnya pengadaan barang (procurement). 

Menurutnya, procurement terhambat hingga 47,75 persen. Perkara ini menyebabkan engineering tidak dapat mencatatkan data-data barang yang menjadi kebutuhan proyek. Sehingga, terjadi perlambatan pengiriman barang.

Selain itu, belum adanya sejumlah kesepakatan antara PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) dan China Aluminum International Engineering Corporation Limited (Chalieco), pasca penandatanganan kontrak Engineering, Procurement and Construction (EPC) pada awal 2020 lalu pum menjadi faktor lain terhambatnya pembangunan smelter. 

"Jadi yang sekarang dikerjakan oleh konsorsium EOC Chaileco dan PTPP itu sebatas dapat yang sudah kita bayarkan yaitu sebesar 10 persen. dan sampai sekarang itu pun belum selesai semuanya, itulah yang pertama yang jadi kendala utama," ungkapnya.

Kondisi ini pun membuat Komisi VII geram. Bahkan, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Maman Abdurrahman menilai bila terjadi masalah di kemudian hari, lantaran target pembangunan tidak diselesaikan, maka manajemen Antam dan Inalum dipenjarakan saja. 

"Kalau BUMN gak bisa penuhi target penjarakan saja Pak, karena ini banyak proyek mangkrak, untung saja kita ada pengalaman, kita gak mau jadi keledai, di Kalimantan Selatan itu yang sempat target di pengusiran itu sudah selesai, nah ini kita gak mau kecolongan yang dua kali, tiba tiba barang sudah mangkrak, kita ribut- ribut," tegas Maman. (RAMA)

SHARE