ECONOMICS

Indef Sebut Power Wheeling Bukan Kunci Keberhasilan Peningkatan Investasi EBT

Binti Mufarida 18/09/2024 02:00 WIB

Indef menilai skema power wheeling tidak bisa dianggap sebagai kunci keberhasilan peningkatan investasi sektor energi baru terbarukan (EBT).

Indef Sebut Power Wheeling Bukan Kunci Keberhasilan Peningkatan Investasi EBT. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Peneliti Institute for Develeopment of Economics and Finance (Indef) Abra Tallatov menilai skema power wheeling tidak bisa dianggap sebagai kunci keberhasilan peningkatan investasi sektor energi baru terbarukan (EBT).

Adapun, skema power wheeling merupakan sistem yang memberikan kesempatan kepada perusahaan swasta untuk dapat langsung menjual listrik kepada konsumen melalui jaringan transmisi dan distribusi milik PLN.

Menurut Abra, sektor ketenagalistrikan yang berlaku di Indonesia saat ini menerapkan konsep multi buyers single sellers (MBSS), atau dalam hal ini hanya PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) yang berhak melayani dan menjual listrik kepada konsumen.

Menurut Abra, sektor energi ketenagalistrikan Indonesia harus dilakukan secara konsolidatif, terintegrasi, dan mampu melihat kebutuhan listrik secara seimbang antara suplai dan demand.

Di sisi lain, Indonesia tengah mengalami kelebihan pasokan listrik karena demand listrik masih belum memenuhi target.

“Kalau sampai nanti skema power wheeling ini dipaksakan masuk di dalam RUU EBET, dikhawatirkan kondisi demand listrik khususnya dari PLN ini semakin tergerus, baik yang di organic demand maupun non-organic demand," kata Abra dalam acara Media Briefing bertema Electrifying The Future: Strategi Hijau untuk Akselerasi Net Zero Emission, Jakarta, Selasa (17/9/2024). 

Menurut Abra, tanpa skema power wheeling, pemerintah melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 juga telah memberikan karpet merah bagi swasta untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi terbarukan.

Namun, semuanya harus dikonsolidasikan melalui PLN, melalui transmisi, dan distribusi RUPTL. Hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan, agar tidak terjadi kelebihan produksi. 

"Power wheeling ini juga tidak bisa kita anggap sebagai kunci keberhasilan peningkatan investasi yang energi terbarukan. Karena saya melihat dari benchmark berbagai negara yang sudah pernah menerapkan skema power wheeling di negara ini, itu terjadi ke kegagalan," kata Abra. 

Abra menilai, salah satu negara yang gagal menerapkan power wheeling yaitu Vietnam yang akhirnya terpaksa melakukan moratorium untuk menyerap energi terbarukan dari publik dan produksi. 

"Karena tadi itu jadi oversupply yang meningkat. Dan semakin sulit negara nanti melakukan konsolidasi kesimbangan energi di level nasional," ujarnya. 

Terakhir, Abra menilai kunci keberhasilan energi terbarukan adalah mengandalkan modalitas sumber daya di dalam negeri. "Jangan sampai kita terlalu euforia untuk mengandalkan energi terbarukan. Tetapi sesungguhnya, kita nanti akan kebanjiran produk-produk teknologi dari produk energi terbarukan," tutur Abra.

Contoh lainnya yaitu fenomena yang saat ini terjadi di China, di mana tengah terjadi overproduksi untuk panel surya. Hal inilah yang kemudian membuat pemerintah China bersama industrinya berupaya keras untuk membagi produksi panel surya ke negara-negara lain seperti Amerika, Eropa maupun Indonesia.

"Maka kita harus begitu hati-hati. Jangan sampai pasar kita hanya dijadikan sebagai transit atau destinasi untuk menghabiskan stock-stock energi terbarukan mereka, khususnya panel surya," kata dia.

(Febrina Ratna)

SHARE