ECONOMICS

Industri Keramik RI Terancam Produk China, Pengusaha Dukung Bea Masuk Antidumping

Muhammad Farhan 23/07/2024 03:06 WIB

Ketua ASAKI, Edy Suyanto, mengatakan industri keramik dalam negeri terancam dengan praktik impor yang penuh kecurangan, terutama dari China.

Industri Keramik RI Terancam Produk China, Pengusaha Dukung Bea Masuk Antidumping. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI), Edy Suyanto, mengatakan industri keramik dalam negeri terancam dengan praktik impor yang penuh kecurangan, terutama dari China.

Edy mengatakan impor keramik sebelumnya yang utamanya berasal dari Vietnam dan India tidak terlalu mengganggu geliat industri dikarenakan dapat berkompetisi yang sehat.

"Selama kita semua berkompetisi at the same level, kita memberikan karpet merah untuk impor keramik. Industri keramik kita juga punya daya saing kok," ujar Edy dalam Market Review IDX Channel, Senin (22/7/2024).

Selain praktik impor keramik yang curang, dia menyoroti adanya praktik dumping produk keramik asal China. "Saya yakin negara sehebat apapun, kalau dihadapkan praktik curang dan dumping impor, lama-lama juga jebol," tutur Edy.

Dia mencontohkan pengaturan impor atas kecurangan dan dumping, sudah dipraktekkan oleh negara-negara di Uni Eropa sejak tahun 2011. Edy menambahkan pengaturan tersebut diterapkan melalui kebijakan bea masuk anti dumping (BMAD) atas produk Tiongkok dengan besaran 70-an persen.

"Selain itu Uni Eropa juga menerapkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) secara next level atas produk China yaitu 150 persen sampai lebih," katanya.

Kondisi tersebut juga dilakukan oleh Amerika Serikat atas produk keramik China, dengan kebijakan BMAD sebesar 200-350 persen pada 2020. Hal itu diikuti oleh negara- negara di Timur Tengah yang menerapkan hal yang sama atas tindakan produk dumping asal China.

Untuk itu, Edy mengatakan ASAKI juga telah mengajukan BMAD atas produk dumping impor keramik sejak 2018. Pasalnya sejak 2015-2017, angka kenaikan impor keramik asal China sangat terlihat jelas.

"Oleh karena itu pada tahun 2018, industri keramik Indonesia mendapatkan perlindungan oleh KPPI (Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia), berupa kebijakan Safeguard," ujarnya.

Seperti diketahui, industri keramik nasional, khususnya pada produk ubin keramik menghadapi sejumlah tantangan. Persaingan ketat dengan produk impor, terutama dari China, serta kenaikan berbagai biaya produksi dan transportasi, telah menggerus daya saing industri ini.

Ketua Tim Kerja Pembina Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Syahdi Hanafi,  mengatakan industri ubin keramik dalam negeri mengalami penurunan daya saing. Produk ubin keramik dari China menjadi pesaing karena Pemerintah China memberikan insentif berupa tax refund sebesar 14 persen kepada produsen mereka.

Tak hanya itu, kenaikan biaya produksi merupakan tantangan besar lainnya. Pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, biaya produksi ubin keramik meningkat sekitar 5- 6 persen.

(FRI)

SHARE