Industri Mamin Dinilai Masih Prospektif tapi Lebih Kompetitif di 2024
Industri makanan dan minuman (mamin) dinilai masih cukup prospektif di 2024.
IDXChannel - Industri makanan dan minuman (mamin) dinilai masih cukup prospektif di 2024. Namun, tidak dapat dipungkiri industri tersebut juga masih kompetitif.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, industri mamin masih tergolong prospektif jika melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk makanan dan minuman yang masih cukup tinggi.
Meski demikian, beberapa tantangan juga masih membayangi industri tersebut, terutama dari sisi produksi.
"Pertama dari sisi kebijakan, tentu saja yang memberikan insentif lebih besar ke industri mamin, dari sisi biaya produksi masih menjadi tantangan, jadi kalau kita melihat ke depan sebetulnya masih prospektif industri mamin, tapi lebih lebih kompetitif," ujar Faisal dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Menurutnya, biaya produksi ke depannya berpotensi mengalami peningkatan. Hal tersebut terjadi ketika harga bahan baku yang, terutama yang didatangkan dari impor cenderung lebih mahal.
"Tingginya harga bahan baku tersebut menjadi sumber pembentukan harga barang jadi yang juga ikut tinggi," jelasnya.
Belum lagi, dikatakan Faisal, adanya kenaikan pajak PPN hingga 12% yang rencananya bakal mulai diberlakukan pada 2025 juga menjadi sentimen bagi pertumbuhan industri mamin.
"Tantangannya dari biaya produksi yang berpotensi meningkat, meningkat bukan hanya untuk bahan baku, tapi upah, pajak, dan lain-lain," lanjutnya.
Dalam rangka mendukung industri dalam negeri, Faisal berharap pemerintah mampu menjaga ceruk pasar industri mamin dalam negeri agar bisa dioptimalkan oleh para pengusaha lokal.
Sebab, masalahnya kebijakan perdagangan di Indonesia sendiri belum cukup berpihak kepada para pelaku industri tanah air. Hal itu misalnya kebijakan tarif impor bahan baku yang masih lebih mahal dibandingkan impor barang jadi.
"Tarif impor itu kerap kali tidak harmonis karena begitu impor bahan baku kena pajak tinggi, tapi begitu barang jadi justru nol atau bebas, jadi bagaimana industri bisa berkembang kalau begitu caranya," kata Faisal.
"Sementara negara lain itu sebaliknya, bahan baku murah, sementara bahan jadinya itu kalau impor lebih tinggi harganya," pungkasnya.
(YNA)