Ini Deretan Fakta Larangan Ekspor Batu Bara, Salah Satunya Ganggu Nama Baik RI
Larangan ekspor sementara ini dilakukan untuk mengamankan sistem listrik nasional.
IDXChannel - Awal tahun 2022, pemerintah melarang ekspor batubara dimana Batubara dilarang dikirimkan ke luar negeri sejak 1 Januari hingga 31 Januari mendatang.
Larangan ekspor sementara ini dilakukan untuk mengamankan sistem listrik nasional. Namun, langkah ini mendapat protes dari kalangan pengusaha. Kerugian material maupun non material diprediksi terjadi gegara kebijakan ini.
MNC Portal Indonesia telah merangkum sejumlah fakta larangan ekspor batubara, Senin (3/1/2022). Berikut daftarnya.
1. PLN Krisis Batubara
Kementerian ESDM menyebut pelarangan sementara ini harus dilakukan karena persediaan batubara untuk kebutuhan listrik nasional sangat rendah. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama PLN melalui suratnya. "Persediaan batubara pada PLTU Grup PLN dan IPP saat ini kritis dan sangat rendah, sehingga akan mengganggu operasional PLTU yang berdampak pada sistem kelistrikan nasional," demikian disebutkan dalam surat larangan yang dirilis Ditjen Minerba Kementerian ESDM.
2. Cegah Pemadaman Listrik 10 Juta Pelanggan
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Jamaludin menerangkan, kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PT PLN (Persero), mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali. "Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam. Ini berpotensi menggangu kestabilan perekonomian nasional," ujar dalam keterangannya.
Ridwan bilang, dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan dari Pemerintah, hingga tanggal 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1%. Jumlah ini tidak dapat memenuhi kebutuhan tiap PLTU yang ada. "Bila tidak segera diambil langkah-langkah strategis maka akan terjadi pemadaman yang meluas," katanya.
3. Tuai Protes Pengusaha
Pengusaha batubara yang tergabung dalam KADIN, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dan Asosiasi Pemasok Batubara dan Energi Indonesia (Aspebindo) kompak menyayangkan kebijakan yang dinilai sangat tergesa-gesa dan tidak melalui diskusi dengan pengusaha ini. "Kami keberatan dan meminta ke Menteri ESDM untuk segera mencabut Surat tersebut. Untuk mengatasi kondisi kritis persediaan batubara PLTU grup PLN termasuk IPP ini seharusnya dapat didiskusikan terlebih dahulu dengan para pelaku usaha untuk menemukan solusi yang terbaik bagi semua pihak," ujar Ketua Umum APBI Pandu Sjahrir.
Ketua Umum Aspebindo Anggawira juga mengatakan, harus ada reformulasi model usaha pertambangan batubara di masa yang akan datang. "Sebagai asosiasi pengusaha, Aspebindo berharap adanya titik temu antara kebijakan harga yang dapat meningkatkan iklim bisnis batubara sekaligus menjaga pasokan dalam negeri," katanya.
4. Ganggu Nama Baik Indonesia
Ketua Umum KADIN Arsjad Rasyid mengatakan, larangan ekspor ini akan memperburuk citra pemerintah terkait dengan konsistensi kebijakan dalam berbisnis. Pasalnya, banyak perusahaan batubara nasional yang terikat dengan kontrak luar negeri. "Nama baik Indonesia sebagai pemasok batubara dunia akan anjlok. Selain itu, upaya kita untuk menarik investasi, memperlihatkan diri sebagai negara yang ramah investor dan iklim berusaha yang pasti dan dilindungi hukum akan turun reputasinya. Minat investor di sektor pertambangan, mineral dan batubara akan hilang, karena dianggap tidak bisa menjaga kepastian berusaha bagi pengusaha,” jelas Arsjad.
5. Potensi Kehilangan Devisa USD 3 Miliar per Bulan
Pandu Sjahrir membeberkan, dampak larangan ekspor yang cukup berat ada di sisi penerimaan negara, dimana Indonesia berpotensi kehilangan devisa USD 3 miliar per bulan. "Volume produksi batubara nasional akan terganggu sebesar 38-40 juta metrik ton per bulan. Pemerintah akan kehilangan pendapatan pajak dan non pajak (royalti) yang mana hal ini juga berdampak kepada kehilangan penerimaan pemerintah daerah," jelasnya.
6. Bakal Dievaluasi 5 Januari
Dirjen Minerba Ridwan Jamaluddin mengatakan, pemerintah akan segera mengevaluasi kebijakan ini begitu pasokan batubara nasional dalam kondisi aman. Dirinya juga meminta pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi untuk patuh terhadap pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri. "Saat pasokan batubara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka situasi akan kembali normal dan bisa ekspor. Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang," katanya.
(SANDY)