ECONOMICS

Ini Penyebab Elon Musk Malas Bangun Pabrik Kendaraan Listrik di Indonesia

Rizky Fauzan 06/10/2022 08:25 WIB

Perusahaan otomotif Tesla,Inc belum menyatakan keseriusannya untuk menggarap proyek kendaraan listrik di Indonesia.

Ini Penyebab Elon Musk Malas Bangun Pabrik Kendaraan Listrik di Indonesia (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Kabar Tesla, Inc akan mendirikan pabrik kendaraan listrik di Indonesia bukanlah baru. Sayangnya, perusahaan otomotif milik Elon Musk ini belum menyatakan keseriusannya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai Tesla enggan membangun pabrik kendaraan listrik di Indonesia lantaran sektor hulu masih bergantung pada batu bara.

“Itulah mengapa Tesla malas bikin pabrik di Indonesia, karena dia bingung, kenapa dia harus mempertanggungjawabkan pembiayaan yang basisnya adalah standar ESG,” kata Bhima di Jakarta, Kamis (6/10/2022).

Dia menilai, Tesla akan sulit mendapatkan pembiayaan untuk operasional jika supply chain masih bermasalah. Bhima menjelaskan, bauran data Kementerian ESDM menyebut, sebelum pandemi hingga saat ini tidak ada perubahan yang signifikan.

Adapun 60,5 persen bauran energi primer pembangkit listrik masih berasal dari batu bara, dan 80 persen lebih masih dari fosil. Atau secara garis besar, bauran energi primer dari EBT masih 12,3 persen.

“Tesla akan sulit mendapatkan pembiayaan untuk operational ketika supply chain masih bermasalah, terutama soal lingkungan. Itu membuat banyak perusahaan di ekosistem mobil listrik dan baterai ragu berinvestasi di Indonesia,” lanjut dia.

Bhima menuturkan, bauran energi yang bergantung dari batu bara menyebabkan keuangan PLN sempat mengalami masalah. Hal ini karena PLN harus menanggung oversupply dari pembangkit listrik yang dominasinya adalah batu bara.

Ketika harga batu bara mengalami kenaikan, menyebabkan risiko terjadinya black out listrik, karena eksportir batu bara lebih memilih menjual batu bara ke pasar ekspor dibandingkan mensupply kepada PLN.

“Jadi, itu faktanya kita nggak bisa move on dari batu bara. Tidak ada strategi untuk menurunkan over supply listrik. Disuruh beli mobil listrik, kompor listrik padahal di hulunya tidak ada perbaikan yang signifikan,” tutur dia.

Di sisi lain, fluktuasi harga batu bara dinilai bisa sebabkan pencemaran lingkungan, dimana industri masa depan seperti baterai dan kendaraan listrik bersih, ternyata energi primernya masih bersumber dari PLTU batu bara.

“Jadi seolah hilirnya mau dibersihkan, TransJakarta pakai bus listrik, pertanyaannya adalah listriknya bersumber dari mana? Dari batu bara juga, dari BBM juga, dan dari diesel, maka nggak komprehensif,” bebernya.

Dengan ekosistem tersebut, Bhima khawatir akan terjadi masalah di belakang hari, utamanya pada daerah-daerah tempat pembuatan kendaraan listrik. Seperti misalkan di Sulawesi, dimana asal bahan baku kendaraan listrik diproduksi.

“Jadi nanti kedepannya, udara yang akan bersih itu di Jakarta, karena transportasi listriknya banyak menggunakan listrik. Tapi, saudara-saudara kita yang di Sulawesi tempat asal bahan baku kendaraan listrik, dampak ke penyakit ispa, bahkan bisa mengakibatkan korban kematian karena efek polusi yang diciptakan,” kata Bhima.

Sebagaimana diketahui, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengajak CEO Tesla Elon Musk bekerja sama membangun kawasan industri hijau di Kalimantan Utara (Kaltara).

Kawasan tersebut akan menjadi kawasan industri hijau terbesar di dunia. Adanya kawasan industri hijau ini sesuai dengan keinginan Elon Musk akan produk ramah lingkungan (green product).

"Ini salah satu bagian negosiasi saya dengan Tesla. Tesla itu kan tidak gampang negosiasinya. Saya bilang, 'Elon, kalau kau mau dapat end to end, dapat produk baterai yang green product, dapat mobil yang green product, ya tempatnya di sini'," kata Menko Luhut.

(DES)

SHARE