ECONOMICS

Jadi Negara Kaya, Siapa Sangka Arab Saudi Juga Punya Utang Jumbo

Yulistyo Pratomo 29/08/2022 17:02 WIB

Kerajaan Arab Saudi dikenal sebagai negara yang kaya raya berkat produksi minyaknya yang melimpah. Namun ternyata, negara ini juga memiliki utang jumbo.

Jadi Negara Kaya, Siapa Sangka Arab Saudi Juga Punya Utang Jumbo. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Kerajaan Arab Saudi dikenal sebagai negara yang kaya raya berkat produksi minyaknya yang melimpah. Namun ternyata, negara ini juga memiliki utang yang tidak sedikit jumlahnya.

Sama halnya dengan sejumlah negara, termasuk Indonesia, utang yang dimiliki Saudi juga digunakan untuk menutup defisit anggaran. Defisit APBN pertama terjadi pada 2014, saat itu Kerajaan melaporkan defisit sebesar 54 miliar riyal atau sekitar Rp203 triliun.

Saat itu posisi utang pemerintah sudah mencapai 60,1 miliar riyal atau sekitar Rp225 triliun.

Defisit itu karena perluasan kompleks Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Diharapkan bisa menampung hingga 2,5 juta jamaah yang mengunjungi kedua masjid.

Nyatanya, saat itu harga minyak justru jatuh. Riyadh pun tak mampu membiayai perluasan dua masjid tersebut.

Melansir dari Sindonews.com, pada 2015, Arab Saudi kembali mengalami kerugian setelah raja baru, Salman bin Abdulaziz Al Saud memutuskan ikut perang sipil di Yaman. Defisit APBN Saudi pada 2015 membengkak menjadi 367 miliar riyal atau setara Rp1.378 triliun.

Total utang Saudi di 2015 bertambah menjadi 142 miliar riyal atau setara Rp533 triliun. 

Tak berhenti di situ, defisit tetap berlanjut di 2016 meskipun ekonomi membaik. Tahun itu, Arab Saudi mencatatkan defisit 297 miliar riyal atau setara Rp1.115 triliun jauh dari prediksi 326 miliar riyal atau setara Rp1.224 triliun.

Sementara total utang meningkat mencapai 316,5 miliar riyal atau setara Rp 1,188 triliun. Tumpukan utang tersebut dampak dari rendahnya harga minyak dunia dalam 2,5 tahun terakhir.

Tahun 2017 defisit Arab Saudi mengecil jadi 8,9% dari total APBN. Total defisit turun menjadi 230 miliar riyal atau setara Rp863 triliun. Sementara utang negara itu menjadi 443,1 miliar riyal atau setara Rp1.663 triliun.

Pada 2018, Arab Saudi terus memperbaiki perekonomiannya. Tercatat penerimaan negara naik menjadi 783 miliar riyal atau setara Rp2.900 triliun dan defisit tercatat 195 miliar riyal atau setara Rp732 triliun sementara utang negara naik ke angka 558 miliar riyal atau sekitar Rp2.095 triliun.

Memasuki tahun 2020, pandemi membuat Menteri Keuangan Saudi Mohammed Al Jaddan memprediksi bahwa penerimaan negara turun menjadi 833 miliar riyal (Rp3.128 triliun). Pada saat bersamaan Arab Saudi harus menghadapi masalah politik setelah Amerika Serikat (AS) menembakkan rudal ke arah iring-iringan jenderal tertinggi Iran Qassem Solemani.

Saudi terpaksa mencetak obligasi sebesar 18,75 miliar riyal (Rp70 triliun).

Pandemi juga turut menyeret ekonomi Saudi. Ini membuat permintaan pasar akan minyak dan larangan bepergian bagi jamaah haji dan umrah, serta dana besar penanganan Covid-19.

Akhirnya Saudi berhutang lagi. Pemerintah juga merevisi target pendapatan menjadi 770 miliar riyal (Rp2.891 triliun), turun 16,9% dibanding 2019. Sementara utang diprediksi membengkak menjadi 941 miliar riyal (Rp3.533 triliun), melonjak 32,9% dibanding 2019.

Sepanjang periode Januari-Juni 2022 Arab Saudi juga didapuk sebagai penerima dana terbesar program Belt and Road Initiative (BRI) China. Hasil riset lembaga Green Finance and Development Center (GSDC) menyebutkan, Arab Saudi menerima dana sebesar USD5,5 miliar atau sekitar Rp82,5 triliun di semester I-2022.

Namun secara keseluruhan, investasi yang dikeluarkan program Jalur Sutra modern itu menurun. GFDC mencatat, di semester I-2022 jumlah investasi BRI sebesar USD28,4 miliar. (TYO)

Penulis: Ridho Hatmanto

SHARE