ECONOMICS

Jokowi Sebut Industrinya Tidak Sedang Baik-Baik Saja, Begini Respons Dewan Pers

Taufan Sukma/IDX Channel 09/02/2023 14:27 WIB

Dewan Pers menilai bahwa apa yang disampaikan tersebut merupakan bentuk concern positif Jokowi terhadap perkembangan dunia pers di Indonesia.

Jokowi Sebut Industrinya Tidak Sedang Baik-Baik Saja, Begini Respons Dewan Pers (foto: MNC Media)

IDXChannel - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), menyebut bahwa dunia pers Indonesia saat ini tidak dalam keadaan yang baik-baik saja.

Pernyataan tersebut didasarkan Jokowi pada bergesernya isu utama di industri pers nasional, dari semula yang mendambakan kebebasan, namun kini justru dihadapkan pada gelombang digitalisasi, di mana semua pihak justru dapat memproduksi berita dengan sebebas-bebasnya.

"Sekarang ini, Saya ingin mengatakan bahwa dunia pers tidak sedang baik-baik saja," ujar Jokowi, dalam sambutannya, saat menghadiri Puncak Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2023, Kamis (9/2/2023).

Merespons pernyataan tersebut, Dewan Pers menilai bahwa apa yang disampaikan tersebut merupakan bentuk concern positif Jokowi terhadap perkembangan dunia pers di Indonesia.

Dewan Pers juga mengaku sepakat bahwa saat ini industri pers nasional tengah menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi ini harus juga menjadi concern semua pihak, tak terkecuali Jokowi sebagai posisi tertinggi dalam kepemimpinan Negara Indonesia.

"Saat ini pers sedang mengalami dua problem utama. Pertama, secara kualitas memang pers kita ada problem, bertumbuhbanyaknya media online yang tidak dibarengi dengan kualitas jurnalis yang mumpuni," ujar Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana, dalam keterangan resminya, Kamis (9/2/2023).

Ketimpangan tersebut, menurut Yadi, terbukti dari jumlah pengaduan kasus pers di 2022 yang mencapai 691 kasus, dengan 97 persen diantaranya terjadi di media online.

Dari keseluruhan kasus tersebut, terjadi pelanggaran yang beragam, mulai dari berita tanpa konfirmasi, tanpa verifikasi, berita bohong, berita asal kutip dari sosial media dengan informasi tidak jelas serta berita-berita yang hanya mengamplipikasi klik bite serta juga berita-berita asusila.

"Pelanggaran ini membuktikan bahwa pemahaman terhadap kode etik sangat minim dan perlu ada edukasi serta literasi. Ini harus menjadi tanggungjawab bersama, tidak hanya Dewan Pers, tapi juga organisasi pers, perusahaan pers dan juga masyarakat," tutur Yadi.

Dalam hal ini, Yadi menggarisbawahi bahwa peran masyarakat demikian penting untuk bersedia melakukan kontrol terhadap pers dengan melaporkan setiap pelanggaran yang terjadi kepada Dewan Pers. 

"Sedangkan problem kami, bahwa secara ekonomi ada ketidaksetaraan dengan perusahaan teknologi global yang menguasai pasar distribusi konten secara dominan," ungkap Yadi.

Kondisi ini, dijelaskan Yadi, berdampak besar pada pembagian kue iklan yg tidak merata dan cenderung mengabaikan jurnalisme berkualitas, sehingga konten-konten yg tersebar lebih banyak 'konten-konten recehan'.

"Ini perlu didorong dengan aturan yg mengikat dan berdampak baik bagi perusahaan media lokal dan nasional, serta penekanan terhadap tersebarnya karya jurnalistik yg sesuai code of conduct," tegas Yadi. (TSA)

SHARE