ECONOMICS

JP Morgan Beberkan Peluang dan Tantangan E-commerce RI di 2023, Seperti Apa?

Maulina Ulfa - Riset 20/01/2023 11:49 WIB

Kondisi geografis Indonesia dapat menjadi hambatan pengiriman barang-barang e-commerce menjadi kompleks.

JP Morgan Beberkan Peluang dan Tantangan E-commerce RI di 2023, Seperti Apa? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Riset JP Morgan bertajuk Global E-commerce Trends Report menyebutkan sektor e-commerce Indonesia punya peluang bagus di tahun ini.

Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, peningkatan pengguna internet dan ponsel pintar (smartphone) memberi titik cerah bagi sektor ini.

Saat ini, penyedia logistik domestik di Indonesia kian bermunculan dan berkembang pesat, didorong oleh investasi dari mitra e-commerce.

Platform e-commerce Tokopedia adalah situs paling populer berdasarkan lalu lintas internet bulanan, diikuti oleh Shopee yang berfokus pada mobil e-commerce dan platform lokal Bukalapak.

Diperkirakan tingkat pertumbuhan penjualan online akan naik meskipun setengah dari penduduk Indonesia belum menjangkau belanja online.

Ekonomi digital Indonesia ditaksir mencapai USD77 miliar pada tahun 2022

dan akan mencapai USD130 miliar pada 2025, terutama didorong sektor e-commerce. Secara GMV, pertumbuhan sektor e-commerce bahkan mencapai USD95 miliar pada 2025. (Lihat grafik di bawah ini.)

Walau begitu, JP Morgan memperingatkan beberapa tantangan yang akan dihadapi sektor ini di masa mendatang.

Belanja Lewat WA dan Facebook Lebih Populer

Menurut analisis JP Morgan, pasar e-commerce Indonesia telah mengalami pertumbuhan dua digit yang konsisten selama lima tahun terakhir, yang diperkirakan akan berlanjut pada tingkat pertumbuhan CAGR sebesar 13,5 persen hingga 2024.

Terlepas dari ekspansi ini, e-commerce masih hanya mewakili 5,4 persen dari total ritel Indonesia,6 dan 50 persen populasi belum melakukan pembelian online pertama mereka. Kondisi ini dapat menjadi peluang untuk mendukung potensi pertumbuhan jangka panjang.

Rata-rata pembelanjaan tahunan online rendah di angka USD155,8. Namun, angka ini kemungkinan akan meningkat di tahun-tahun mendatang karena konsumen semakin percaya pada layanan e-commerlce sebagai alternatif pasar di mana banyak pedagang lokal bermigrasi secara online.

Di samping itu, internet yang kurang stabil, dan lambat dengan penetrasi hanya 19,9 persen pada 2020, orang Indonesia lebih memilih untuk mengakses internet melalui smartphone mereka.

Artinya, dalam hal belanja seluler, Indonesia sebenarnya sudah melampaui e-commerce. Orang Indonesia terbiasa berbelanja melalui WhatsApp dan Facebook dari agen lokal.

Selama ini, mobile commerce mengambil bagian 64 persen dari semua transaksi e-commerce,10 menciptakan pasar senilai USD13,7 miliar pada 2020 yang akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 20,1 persen hingga 2024. Aplikasi lebih populer daripada browser dan digunakan untuk 78 persen pembelian online.

Hambatan pengiriman ke beberapa daerah dan pulau, menjadikan belanja secara mobile biasa dilakukan masyarakat dengan konsumen membeli melalui aplikasi seperti WhatsApp dan Facebook.

Di samping itu, pembayaran kartu yang umum digunakan secara online hanya diadaptasi di bawah 32 persen dari semua metode pembayaran.

Adapun transfer bank adalah metode yang paling banyak digunakan kedua, dengan pangsa pasar 29 persen.

Kedua metode tersebut dapat dikaitkan dengan dompet digital, menawarkan kemudahan saat berbelanja melalui ponsel. Sebagai masyarakat berbasis uang tunai, Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pembayaran cash on delivery (COD).

Sistem pembayaran COD mulai menurun karena pembayaran berbasis kartu telah meningkat, terutama setelah pandemi. Meski demikian, uang tunai masih mengambil 17 persen dari semua pembayaran online.

Baru-baru ini isu untuk menghapus sistem COD di aplikasi e-commerce utama muncul karena penyalahgunaan wewenang kurir pengiriman.

Dompet digital memiliki pangsa pasar yang sama dengan uang tunai, yaitu 17 persen. Platform populer pembayaran jenis ini adalah raksasa global PayPal dan pemain domestik Doku.

Persoalan Geografis hingga Waspada Penipuan Online

Namun, ada tantangan utama yang harus diatasi. Kondisi geografis Indonesia yang unik yakni terdiri dari sekitar 17.508 pulau dan mencakup wilayah terpencil, menjadikan tantangan logistik bagi pebisnis e-commerce dan penyedia jasa pengiriman semakin besar.

Hal ini dapat membuat pengiriman lintas batas menjadi kompleks.

Bermitra dengan platform e-commerce utama dengan pengetahuan pasar lokal yang kuat dapat menawarkan rute masuk yang baik bagi pedagang internasional.

“Bermitra dengan penyedia impor dan logistik lokal dapat menjadi opsi terbaik bagi pedagang internasional yang ingin masuk,” tulis laporan JP Morgan.

Selain itu, negara ini mengubah aturan impor untuk e-commerce asing pada akhir 2019, dan hanya menyediakan insentif pembebasan pajak USD3 per pengiriman dari sebelumnya USD75 per barang.

Saat ini, produk dari China, Singapura, dan Korea Selatan menjadi populer di Indonesia.

Dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia berambisi untuk menjadi pusat e-commerce global untuk pakaian Muslim, yang diperkirakan akan bernilai pasar USD311 miliar pada 2024.

Hal ini dapat menjadi peluang untuk perbaikan pada proses layanan pemesanan, pengiriman, dan logistik, dan pengembalian untuk produk-produk yang dijual.

Namun, pedagang harus menyadari bahwa konsumen Indonesia dianggap rentan terhadap penipuan online. Aspek keamanan, proses, dan transparansi menjadi penting bagi para pedagang online berbasis aplikasi sosial media atau social commerce.

Meski demikian, Indonesia memiliki kecintaan yang besar terhadap media sosial, dengan warga menghabiskan waktu rata-rata tiga jam 14 menit sehari di platform sosial media.

Ini akan memberi peluang pertumbuhan social commerce atau perdagangan melalui sosial media dengan potensi nilai pasar mencapai USD25 miliar pada 2022. (ADF)

SHARE