KADIN Minta Insentif Kendaraan Listrik Segera Direalisasikan
Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid meminta program insentif kendaraan listrik dari pemerintah bisa segera direalisasikan
IDXChannel - Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid meminta program insentif kendaraan listrik dari pemerintah bisa segera direalisasikan. Pasalnya, Indonesia masih tertinggal dalam hal adopsi kendaraan listrik dibandingkan dengan negara tetangga di kawasan ASEAN seperti Thailand dan Malaysia.
"Keterlambatan adopsi dari kendaraan listrik di Indonesia disebabkan karena adanya harga yang masih terbilang cukup tinggi bagi masyarakat untuk berpindah dari kendaraan non listrik menjadi kendaraan listrik," ujar Arsjad, Kamis (13/4/2023).
Dia mengatakan, menurut riset McKinsey pada tahun 2021 mencatat bahwa Thailand berhasil memperoleh persentase adopsi kendaraan listrik sebesar 0,7% dan Malaysia sebesar 0,3%. Sedangkan Indonesia baru mampu melakukan adopsi kendaraan listrik sebesar 0,1%.
"Sedangkan untuk negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia, terdapat berbagai insentif yang mampu mendorong masyarakatnya untuk berpindah mengadopsi kendaraan listrik," sambungnya.
Kemudian, Arsjad menilai, kebijakan program insentif kendaraan listrik yang dikeluarkan pemerintah adalah yang paling tepat, karena dengan perubahan ini, maka Indonesia bisa menarik berbagai produsen kendaraan listrik yang sebelumnya lebih tertarik di Thailand dan Malaysia.
"Langkah ini menjadi game-changer Indonesia untuk industri kendaraan listrik,” imbuhnya.
Bagi konsumen, pemerintah telah memberikan bantuan berupa potongan harga sebesar Rp7 juta untuk pembelian motor listrik baru melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan motor listrik konversi melalui Kementerian Perindustrian. Bantuan ini akan berlaku selama dua tahun, yaitu tahun 2023 hingga 2024, dan hanya untuk 1 juta motor listrik baru dan konversi.
Sedangkan bagi para pelaku industri kendaraan listrik, terdapat insentif fiskal yang diberikan yaitu, tax holiday hingga 20 tahun, super deduction hingga 300 persen untuk pengembangan dan penelitian, pembebasan PPN untuk barang tambang termasuk bijih nikel sebagai bahan baku pembuatan baterai.
Lalu, pembebasan PPN atas impor dan perolehan barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik untuk industri kendaraan bermotor, dan PPNBM untuk mobil listrik dalam negeri serta program Kementerian Perindustrian sebesar 0% dibandingkan kendaraan PPNBM non listrik 15%.
(SLF)