Kedelai Naik, Harga dan Ukuran Tahu di Jambi Tetap Sama
Berbeda dengan di Pulau Jawa, para peraji tahu di Jambi memilih tetap memproduksi tahu meski harga kedelai mengalami kenaikan.
IDXChannel - Berbeda dengan di Pulau Jawa, para peraji tahu di Jambi memilih tetap memproduksi tahu meski harga kedelai mengalami kenaikan. Tak hanya itu, mereka juga tidak menaikkan harga maupun mengurangi ukuran tahu yang akan dijual.
Pengrajin tahu di kawasan Tanjungpinang, Jambi Timur, Kota Jambi, Mulyono (69) mengaku sudah biasa menghadapi kenaikan harga kedelai dan minyak goreng (migor) saat ini. Baginya, asal bahan membuat tahunya tetap tersedia.
"Yang penting barangnya (kedelai) ada. Misal minyak mahal, yang penting barangnya ada. Yang menyakitkan pedagang itu, jika harga naik barang tidak ada," tandasnya di rumah produksinya, Rabu (23/2/2022).
Meski demikian, pengaruh kenaikan harga minyak goreng dan kedelai tetap dirasakan bagi usahanya.
"Pengaruh sudah pasti, tapi tidak signifikan. Asal dihadapi dengan tenang, mau naik atau turun tidak masalah. Mau jaya terus, nanti takabur. Untung rugi dalam berdagang biasa lah. Namanya usaha, kalau dak mau rugi dak usah berdagang," ujarnya.
Namun begitu, usahanya masih tergolong beruntung. Pasca harga kedelai dan minyak goreng naik, bahan pokok pembuatan tahu, yakni kedelai dan migor masih tetap tersedia.
"Alhamdulillah bahan kedelai ada terus dak mutus. Begitu juga dengan minyak goreng. Kapan habis, telepon langsung dikirim," tukas Mulyono.
Diakuinya, selama produksi tahu sejak 30-an tahun lalu selalu menggunakan kedelai impor. "Setiap harinya, kita menggunakan kedelai impor sebanyak 300 kg. Saat ini harganya Rp11.400 per kilogram, sebelumnya masih Rp10 ribu," katanya.
Meski dari Keuntungan jadi turun, namun harga jual tahu tidak berubah. "Harga tahu tidak berubah, ada yang Rp400, Rp500, Rp700. Karena yang kita hadapi konsumen. Jadi kita tidak merubah ukuran, karena ribet. Garis motongnya itu ribet. Hingga saat ini masih bisa diatasi," imbuh Mulyono.
Saat ini, dia berharap pemerintah bisa turun tangan agar harga kedelai dan minyak goreng bisa standar. "Minyak sawit Rp14.000 standard, tapi per liter bukan per kilogram," tuturnya.
Baginya, setok kedelai dan migor harus ada agar keberlangsungan usahanya tidak macet. "Menteri Perdagangan bukan saatnya mengurusi pertanian. Masak orang kehausan disuruh buat sumur. Tolonglah Pak Menteri, bergerak".
"Kami minta Rp8.000 sampai Rp9.000 per kilogram kedelai, tolong pak solusinya," harap Mulyono. (TYO)