Kejaksaan Tindak Lanjuti Penemuan Gula Oplosan di Sumut
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara bakal menindaklanjuti penemuan gula oplosan dari gula rafinasi yang dijual dalam kemasan di Medan.
IDXChannel - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara bakal menindaklanjuti penemuan gula oplosan dari gula rafinasi yang dijual dalam kemasan di Medan. Padahal, gula rafinasi hanya diperuntukan bagi industri dan tidak dijual kepada konsumen.
Satuan Tugas (Satgas) Pangan pun meminta Kejaksaan Tinggi Sumut untuk memeriksa peredaran gula rafinasi yang dikemas seolah gula kristal putih di pasaran. Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut, Idianto mengatakan akan segera menindaklanjuti penemuan tersebut.
"Akan segera kira tindak lanjuti," kata Idianto, Jumat (23/9/2022).
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut, Yos Arnold Tarigan, mengatakan saat ini bidang intelijen Kejati Sumut tengah mempelajari dan menelaah guna pematangan informasi atas peredaran gula oplosan yang diduga melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Permendag No. 14 Tahun 2020 itu.
"Kita pelajari dan asintel juga sudah diskusikan bersama. Sedang ditelaah," kata Yos.
Diberitakan sebelumnya, masyarakat di wilayah Kota Medan dan sekitarnya kini harus waspada akan peredaran gula konsumsi kemasan berlogo 'G' yang diduga hasil oplosan dari gula rafinasi. Gula kemasan itu diproduksi dari PT PIR, salah satu perusahaan yang beroperasi di Medan, Sumatera Utara.
Padahal sesuai Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.527/MPT/KET/9/2004, gula rafinasi hanya diperuntukkan bagi industri sebagai bahan baku atau zat tambahan dalam proses produksi. Produsen gula rafinasi dilarang menjual kepada distributor, pedagang eceran, dan konsumen.
Pasalnya, produk ini berpotensi menyebabkan sejumlah masalah kesehatan, seperti mempercepat penambahan berat badan akibat kadar gula terlalu tinggi dalam darah (hipoglikemia), kekurangan vitamin dan mineral, hingga meningkatkan risiko diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.
Penegak hukum pun diminta segera turun tangan menelisik peredaran gula oplosan ini. Karena selain membahayakan selisih harga yang mencapai Rp 4 ribu per kilogram antara gula rafinasi dan gula kristal putih kemasan, akan membuat praktik pengoplosan ini semakin meluas.
Perwakilan manajemen PT PIR, Dono Jumadi, menyebut pihaknya menjalankan operasional usaha mereka sesuai aturan perundang-undangan. Bahkan dia mengaku rutin melakukan uji bahan baku ke Balai POM dan Majelis Ulama Indonesia.
“Kalau kami legal. Sesuai aturan. Sampel bahan terus diawasi dan diuji oleh Balai POM dan MUI,” katanya.
Ia menjelaskan, pihaknya memproduksi gula kemasan 50 Kg merk ‘G’ bervitamin dan memiliki pasar di Sumatera Utara. “Kami gula vitamin dan pasar kami di Sumatera Utara. Bahan baku kami dari Jawa. Kalau kemasan kecil dikemas dari Jawa,” tukasnya.
Disinggung penggunaan gula kristal rafinasi dalam produk mereka, Dono Jumadi tak menampik. Ia mengaku gula rafinasi digunakan saat kebutuhan sedang tinggi.
“Itu tergantung kebijakan manajemen pak. Kalau kebutuhan tinggi, maka digunakan juga. Yang jelas hasilnya sesuai dengan baku mutu untuk di pasarkan ke konsumen,” tegasnya.
(FRI)