Keluhkan Harga DMO Ditetapkan USD70, Pengusaha: Idealnya Harga Pasar
Kewajiban perusahaan penambang batu bara penetapan harga pada domestic market obligation (DMO) sebelum melakukan ekspor dikeluhkan pengusaha.
IDXChannel - Kewajiban perusahaan penambang batu bara penetapan harga pada kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) sebelum melakukan ekspor dikeluhkan oleh para pengusaha. Hal ini pula yang mendorong diterapkannya larangan ekspor hingga 31 Januari 2022 mendatang.
Perbedaan harga yang tinggi antara batu bara yang diekspor dengan DMO disebut membuat pengusaha lebih senang mengekspor komoditas tersebut. Untuk batu bara ekspor, harganya mencapai USD174 per ton, sementara untuk DMO ditetapkan sebesar USD70 per ton.
Lantas, berapa harga ideal batu bara untuk listrik yang harus dipatok agar disparitas harga ini tidak terjadi?
"Saya kira pelaku usaha di mana-mana, kita tidak hanya bicara komoditas batu bara, ya, kalau ada disparitas harga, akan rentan permasalahan seperti ini. Memang idealnya harusnya harga pasar," ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia dalam wawancara, ditulis Minggu (9/1/2022).
Menurutnya, selama 5 tahun ke belakang, harga pasar batu bara cenderung fluktuatif. Bahkan, lebih banyak harga rendah dibanding harga tingginya. Terendah, harga batu bara Newcastle pada 2 Juli 2020 mencapai USD 54,5 per ton.
"Orang kan cuma lihat harga tingginya saja. Sebenarnya menurut saya harga pasar itu sudah fair, kok," ujar Hendra.
Namun, dirinya memahami bahwa pasokan batu bara untuk listrik adalah kewajiban yang harus dipenuhi. Di sisi lain, pemerintah juga berusaha menyeimbangkan agar pengusaha bisa mendapat profit yang layak dari bisnis ini. Adapun, sebelum dipatok USD 70 per metrik ton, harga batu bara untuk listrik PLN mengikuti harga pasar internasional.
"Saat itu hampir jarang terjadi gejolak. Setelah dipatok, sering terjadi permasalahan karena disparitas harga yang sangat tinggi," jelasnya. (TYO)