ECONOMICS

Kenaikan PPN 11 Persen Berisiko Hambat Pemulihan Ekonomi

Advenia Elisabeth/MPI 08/10/2021 07:00 WIB

Kenaikan PPN akan menimbulkan risiko terhadap pemulihan ekonomi.

Kenaikan PPN akan menimbulkan risiko terhadap pemulihan ekonomi. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai penetapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik menjadi 11 persen pada 1 April 2022 akan menimbulkan risiko terhadap pemulihan ekonomi.

“Soal PPN yang tarifnya akan naik sangat berisiko terhadap pemulihan ekonomi khususnya dampak ke daya beli kelas menengah pasti terasa,” ujarnya kepada MNC Portal, Jumat (8/10/2021).


Menurut pria berkaca mata ini, jika harga barang naik maka terjadi inflasi, sementara belum tentu daya beli masyarakat akan langsung pulih pada 2022. Sehingga akibatnya, masyarakat hanya memiliki dua opsi, yakni mengurangi belanja untuk berhemat, atau mencari alternatif barang yang lebih murah.

“Situasinya sangat sulit bagi kelas menengah dan bawah karena PPN tidak memandang kelas masyarakat, mau kaya dan miskin beli barang ya kena PPN,” ucapnya.

Dengan penetapan kenaikan tarif PPN ini, Bhima bilang,  pengusaha sudah mulai ancang-ancang, yang tadinya ingin ekspansi jadi berpikir ulang soal kondisi permintaan barang di 2022. Apakah harga barang perlu diturunkan menimbang kenaikan PPN? Apakah stok barang yang ada di gudang sekarang bisa laku terjual dengan harga yang lebih mahal di level konsumen akhir?

“Situasinya jelas mencekik pelaku usaha dari produsen sampai distributor,” imbuhnya.

Ia mengungkapkan, kenaikan tarif PPN memberikan ketidakpastian yang tinggi. Sementara inflasi diperkirakan bisa 4,5 persen pada 2022 dengan adanya kenaikan tarif pajak. Menurutnya, demand pull inflation ditambah tax rate akan menjadi tantangan besar bagi pemulihan konsumsi rumah tangga.

“Aneh ya justru di banyak negara selama pandemi dan pemulihan ekonomi justru tarif PPNnya diturunkan sebagai stimulus terhadap konsumsi rumah tangga domestik,” tutur Bhima.

Lebih lanjut, dia mengatakan, untuk mengejar rasio pajak masih banyak cara lain yang lebih adil dan pro terhadap pemulihan ekonomi. Salah satunya, mengejar kepatuhan pajak dari data yang tersedia. Misalnya, data di laporan pandora papers 2021 hingga panama papers di 2016 dan data AEOI.

“Sejak adanya panama papers 2016, secara total penegakan kepatuhan pajak dan penyidikan telah berhasil meningkatkan penerimaan pajak hingga Rp 1,74 triliun,” bebernya.

Adapun cara lain untuk mendorong penerimaan pajak yakni dengan penambahan bracket tarif PPh orang pribadi diatas 5 miliar menjadi 40-45 persen. “Jadi bukan hanya 35 persen, itu terlalu kecil,” tandasnya. (TIA)

SHARE