ECONOMICS

Kerap Jadi Objek Razia, Produsen Knalpot Racing Akui Penjualan Anjlok 70 Persen

Iqbal Dwi Purnama 24/02/2024 08:18 WIB

diharapkan ada regulasi baru yang lebih mudah diimplementasikan di lapangan.

Kerap Jadi Objek Razia, Produsen Knalpot Racing Akui Penjualan Anjlok 70 Persen (foto: MNC media)

IDXChannel - Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) mengakui penjualan knalpot racing anjlok hingga 70 persen dari adanya aktivitas razia yang dilakukan oleh aparat kepolisian.

Razia tersebut lantaran penggunaan knalpot racing dianggap melanggar aturan, seperti tingkat kebisingan hingga polusi.

Ketua AKSI, Asep Hendro, menjelaskan turunnya penjualan itu akhirnya berdampak juga pada penurunan produksi knalpot racing. Hal itu akhirnya berdampak pada produsen yang mengalami penurunan penjualan untuk merumahkan beberapa karyawannya.

"Kalau dalam waktu 2-3 bulan ini tidak ada tindak lanjut, usaha kami bisa gulung tikar. Dari 20 anggota kami saja sudah mempekerjakan 15.000 orang, jadi mereka sangat perlu untuk dilindungi," ujar Asep, dalam keterangan resminya, Jumat (24/2/2024).

Deputi Bidang UKM KemenKop UKM, Hanung Harimba Rachman, mengatakan bahwa produk knalpot yang diproduksi AKSI sebenarnya sudah memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56/2019 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor.

Namun pada prakteknya, pengguna knalpot produksi UMKM yang justru telah memenuhi standar kerap dianggap menyalahi aturan dan mengganggu ketertiban. Knalpot yang mereka gunakan itu seringkali disamakan dengan knalpot brong yang tidak standar.

"Produsen yang memproduksi knalpot after market itu sudah mengikuti ketentuan yang berlaku mengenai ambang batas, emisi, dan lainnya. Nah ini kita akan cari jalan keluar supaya aparat mudah memahami mana yang knalpot brong dan mana knalpot yang sesuai ketentuan," ujar Hanung.

Dengan mereview regulasi yang sudah ada diharapkan ada regulasi baru yang lebih mudah diimplementasikan di lapangan sehingga aparat kepolisian yang bertugas di lapangan dapat membedakan knalpot standar produksi UMKM dan knalpot brong dalam melakukan penindakan.

Di sisi lain produsen knalpot tersebut tetap terlindungi sehingga ribuan tenaga kerja tetap bisa bermata pencaharian.

"Tugas utama pemerintah yang paling penting adalah membuat regulasi yang tepat dan benar, nah itu yang akan kita lakukan. Kami akan melihat regulasinya agar dapat dilakukan penyempurnaan sehingga dalam pelaksanaan semakin mempermudah semua termasuk oleh aparat hukum," tutur Hanung.

Diakui bahwa saat ini belum ada sertifikasi teknis atau SNI untuk knalpot after market. Sebagai perbandingan, negara tetangga, Filipina telah mengumumkan perubahan standar nasional untuk knalpot motor melalui Undang-Undang Muffler tahun 2022, yang merekomendasikan batas suara sebesar 99 desibel (dB).

Aturan tersebut menetapkan tingkat suara knalpot kendaraan bermotor tidak boleh melebihi 99 dB dan diukur pada putaran mesin 2.000 hingga 2.500 rpm. 
Oleh sebab itu produsen knalpot dalam negeri dituntut untuk menyesuaikan standar mereka dan memperoleh sertifikasi teknis yang sesuai dengan regulasi ini. (TSA)

SHARE