Kinerja Ekspor RI Seakan Minus, Ekonom: Bukan Masalah Volume, Tapi Normalisasi Harga
Ada perbedaan yang cukup ekstrem antara pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,17% di kuartal II-2023 dan kuartal I sebelumnya.
IDXChannel - Ekonom Institute of Social Economic and Digital (ISED) dan Associate Faculty LPPI Ryan Kiryanto menyebut bahwa ada perbedaan yang cukup ekstrem antara pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,17% di kuartal II-2023 dan kuartal I sebelumnya.
"Di sini ada koreksi dari aktivitas ekspor maupun impor karena terjadi penurunan harga atau valuasi harga," ungkap Ryan dalam Market Review IDXChannel di Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Harga yang terbentuk pada kuartal II tahun lalu, menurut dia memang relatif abnormal. Hal ini karena situasi masih pandemi dan di beberapa negara tujuan ekspor pun juga masih mengalami pandemi.
"Sehingga, pembentukan harga yang terjadi pada saat itu mengalami valuasi dolar yang sangat tinggi. Ada istilah strong US dollar," ungkap Ryan.
Di kuartal II-2023 ini kemudian terjadi apa yang disebut sebagai normalisasi.
"Maka dari itu, saya lebih suka menggunakan terminologi terjadi pembetulan harga komoditas di pasar dunia itu bukan menurun atau melandai, tetapi kembali ke harga normal seperti sebelum masa pandemi," tambah Ryan.
Pembetulan harga ini membuat seolah-olah hasil ekspor impor kuartal II tahun ini dibandingkan tahun lalu seakan minus. Tapi, jika dilihat dari segi volume, seperti yang disampaikan BPS, tidak minus.
"Hanya karena devaluasi ke Rupiah, makanya nilainya merosot," tambahnya.
Dia mencontohkan, dalam pertumbuhan ekonomi, ibarat Indonesia punya striker utama adalah pengeluaran/konsumsi rumah tangga. Kemudian striker keduanya adalah investasi langsung atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB).
"Striker ketiga sesungguhnya dari aktivitas ekspor dan impor. Baru yang keempat sebagai absorber atau buffer dari fiskal yaitu konsumsi belanja pemerintah," tandas Ryan.
(SLF)