ECONOMICS

Konflik Israel-Hamas Bisa Picu Inflasi Tak Terkendali hingga Stagflasi

Maulina Ulfa - Riset 10/10/2023 15:25 WIB

Deutsche Bank memperingatkan adanya risiko ekspektasi inflasi yang tidak terkendali seperti yang terjadi pada era stagflasi tahun 1970an di Amerika Serikat (AS)

Konflik Israel-Hamas Bisa Picu Inflasi Tak Terkendali hingga Stagflasi. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Deutsche Bank memperingatkan adanya risiko ekspektasi inflasi yang tidak terkendali seperti yang terjadi pada era stagflasi tahun 1970an di Amerika Serikat (AS). Hal ini disampaikan dalam sebuah catatan Senin (9/10/2023).

Laporan ini disampaikan Deutsche Bank pasca serangan Hamas terhadap Israel pada akhir pekan lalu.

“Deutsche Bank menggambarkan bagaimana risiko geopolitik dapat kembali muncul secara tiba-tiba dan menambah kejutan pada dekade ini, seperti halnya pandemi Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina,” kata ahli strategi makro Deutsche Bank, Henry Allen dan analis Cassidy Ainsworth-Grace.

Harga minyak naik lebih dari 4 persen pada perdagangan Senin (9/10) karena para trader tengah mempertimbangkan dampak perang di Timur Tengah terhadap pasokan minyak mentah.

Lonjakan harga energi semakin menambah kesamaan dengan era tahun 1970-an yang juga menyebabkan inflasi yang secara konsisten berada di atas target di negara-negara besar.

Selain itu, menurut Deutsche Bank, adanya tren pemogokan yang dilakukan oleh pekerja dan ancaman El Niño, mirip dengan apa yang terjadi pada 1971 dan yang secara historis terkait dengan harga komoditas yang lebih tinggi.

Kondisi inflasi saat ini tetap berada di atas target bank sentral di negara G-7 seperti AS, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Inggris. (Lihat grafik di bawah ini.)

“Jadi mengingat inflasi masih di atas tingkat sebelum pandemi, penting untuk tidak berpuas diri dengan laju inflasi. Lagi pula, jika terjadi guncangan lagi dan inflasi tetap berada di atas target pada tahun ketiga atau bahkan keempat, maka semakin sulit untuk membayangkan ekspektasi jangka panjang,” tulis Allen dan Ainsworth-Grace.

Sejarah menunjukkan bahwa menjinakkan inflasi di kala krisis seringkali merupakan masa yang paling sulit.

Salah satu pembelajaran penting pada 1970an adalah inflasi gagal kembali ke tingkat sebelumnya setelah guncangan minyak pertama pada 1973 dan resesi AS pada 1973-1975, dan menjadi lebih tinggi lagi setelah guncangan minyak kedua pada 1979.

Sebagai informasi, jika menengok sejarah, krisis minyak tahun 1973-1974 yang menimbulkan dampak secara langsung, tidak hanya bagi negara-negara industri tetapi juga bagi perekonomian dunia.

Krisis minyak 1973 terjadi pada 15 Oktober 1973 hingga 1975 buntut dari upaya OPEC menaikkan harga minyak dan terjadinya Perang Vietnam. Kondisi ini sempat menyebabkan terjadinya stagflasi di AS.

Sebagai informasi, stagflasi adalah suatu periode inflasi yang diikuti dengan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, stagflasi juga didefinisikan sebagai kondisi ketika tingkat perekonomian tidak berkembang secara bersamaan terjadinya kenaikan harga secara terus menerus.

Krisis minyak 1973 ditandai kenaikan harga minyak lebih dari 300 persen. Pada periode tersebut, di AS, pemandangan orang antre di pompa bensin, menghiasi halaman berbagai surat kabar dan memicu kepanikan.

“Kini inflasi telah berada di atas tingkat target selama dua tahun terakhir, lonjakan inflasi baru dapat menyebabkan ekspektasi menjadi tidak terkendali,” menurut catatan Deutsche Bank.

Untuk saat ini, ekspektasi inflasi masyarakat, yang diukur berdasarkan survei konsumen The Fed di New York pada Agustus, sebagian besar masih stabil, meskipun masih di atas target The Federal Reserve sebesar 2 persen.

Periode saat ini berbeda dengan era 1970an dalam beberapa hal. Di antaranya ekspektasi inflasi jangka panjang tetap terjaga, harga komoditas telah turun secara signifikan dari puncaknya selama 12 hingga 18 bulan terakhir, dan gangguan rantai pasokan yang muncul selama pandemi telah teratasi.

Selain itu, AS sudah tidak terlalu boros energi dibandingkan masa lalu dan tidak terlalu rentan terhadap guncangan energi seperti yang terjadi pada tahun 1970-an.

“Meski begitu, sangat penting untuk menghindari rasa berpuas diri. Memang benar, jika ditilik ke belakang, salah satu kesalahan yang dilakukan pada 1970an adalah pelonggaran kebijakan yang terlalu dini, sehingga berkontribusi pada kebangkitan kembali inflasi,” tulis Allen dan Ainsworth-Grace. (ADF)

SHARE