Konflik Laut Merah Dinilai Bakal Kerek Harga Minyak Dunia Tembus USD100 per Barel
Harga minyak mentah dunia dinilai bisa terkerek naik hingga USD100 per barel. Ini terjadi imbas adanya konflik geopolitik di Timur Tengah.
IDXChannel - Harga minyak mentah dunia dinilai bisa terkerek naik hingga USD100 per barel. Ini terjadi imbas adanya konflik geopolitik di Timur Tengah.
Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga mengatakan, dengan adanya konflik yang tengah terjadi antara Milisi Houthi di Yaman dengan Amerika Serikat di Laut Merah, membuat jalur pelayaran kapal harus memutar hingga Afrika. Hal ini yang membuat penambahan biaya logistik minyak mentah dari Timur Tengah, dan memicu pergerakan harga minyak dunia.
"Ini juga akan menjadi beban APBN ketika nanti nilai atau harga dari minyak dunia melambung tinggi melewati USD80 per barel," kata Daymas dalam Market Review IDXChannel, Kamis (1/2/2024).
Mengutip laman Reuters, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) saat ini berada di level USD75,85 per barel di New York Mercantile Exchange untuk pengiriman bulan Maret 2024. Sementara minyak mentah Brent berada di level USD81,71 per barel di London ICE Future Exchange.
"Kita harapkan Iran tidak turun secara langsung dalam konflik yang saat ini berkecamuk, karena itu diprediksi akan menyebabkan kenaikan harga minyak bisa sampai USD15-20 per barel dari harga minyak saat ini," sambungnya.
Disatu sisi, Daymas menilai ketika aktivitas mulai pulih setelah adanya pandemi Covid-19, kebutuhan minyak sebagai sumber energi semakin meningkat. Peningkatan dari sisi permintaan itu juga bakal menjadi sentimen naiknya harga minyak dunia.
"Kita tahu saat ini jalur distribusi laut merah yang memang shortcut, tetapi dibatasi oleh kelompok Houthi (Yaman), sehingga pengantaran minyak harus memutar sampai ke Afrika, ini yang membuat pasokan menjadi terbatas, selain minyak disini juga banyak komoditas lain yang terdampak," kata Dayman.
"Selain itu kita melihat beberapa hal, Rusia masih ada sanksi, konflik Timur Tengah terkait jalur distribusi yang terganggu, lalu disrupsi supply akibat memanasnya konflik, ini menjadi sentimen tersendiri untuk market," pungkasnya.
(YNA)