ECONOMICS

Konsumen di Salatiga Ogah Beralih ke Pertamax: Nambah Pengeluaran

Angga Rosa/Kontributor 01/07/2022 14:11 WIB

Sebagian konsumen Pertamina di Kota Salatiga ogah untuk beralih menggunakan bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax.

Konsumen di Salatiga Ogah Beralih ke Pertamax: Nambah Pengeluaran (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Sebagian konsumen Pertamina di Kota Salatiga ogah untuk beralih menggunakan bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax

Mereka tetap memilih menggunakan pertalite meski harus mendaftarkan kendaraan roda empatnya sebagai penerima BBM subsidi.

Alasannya, selisih harga antara pertalite dengan pertamax sangat banyak. "Kalau beralih menggunakan pertamax, saya harus menambah pengeluaran untuk membeli BBM kendaraan. 

Mending tetap pakai pertalite, sesuai kemampuan saat ini," kata salah seorang pengendara mobil, Galih (38) warga Blotongan, Sidorejo, Salatiga, usai mengisi BBM disalah satu SPBU, Jumat (1/7/2022).

Menurutnya, pendataan kendaraan bermotor roda empat dan roda lebih dari empat sebagai penerima sebagai penerima BBM subsidi merupakan langkah tepat. Ini untuk memastikan agar penerima subsidi bisa BBM tepat sasaran. Namun, kata dia, Pertamina juga harus meningkatkan pengawasan di lapangan. 

Sebab, selama ini masih banyak SPBU yang melayani mobil mewah membeli BBM subsidi. "Parahnya lagi, ada SPBU yang melayani orang membeli BBM subsidi dalam jumlah banyak yang dilakukan dengan cara memodifikasi tangki mobil atau cara lainnya. Ujung-ujungnya BBM tersebut dijual lagi dengan harga tinggi, seperti beberapa kasus yang tersiar di media," ujarnya.

Dia mengatakan, alangkah baiknya Pertamina juga melakukan terobosan atau inovasi untuk mengantisipasi kebocoran maupun praktik penyimpangan penyaluran BBM bersubsidi di lapangan. Sehingga masyarakat bisa terus mendapatkan subsidi BBM mengingat tingkat pendapatan masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah terhitung relatif rendah.

"Kami berharap, seterusnya ada subsidi BBM untuk warga kalangan menengah ke bawah. Sebab harga barang-barang kebutuhan pokok juga sering naik dan jika sudah naik sulit turun lagi. Contoh harga minyak goreng, yang dulunya sekitar Rp14.000 per liter sekarang jadi Rp23.000 per liter dan belum ada tanda-tanda turun harga," ucapnya.

Sementara itu, salah seorang sopir mobil carter, Dwimoko (34) menilai, pendataan penerima subsidi BBM memang bagus. Hanya, kata dia, penerimanya harus benar-benar yang layak mendapatkan subsidi. 

"Sekarang malah banyak mobil-mobil berkapasitas mesin tinggi yang beralih ke BBM bersubsidi. Ini yang harus ditertibkan agar subsidi BBM tepat sasaran," ujarnya. 

(SAN)

SHARE