Konsumsi Rokok Murah Meningkat, Struktur Tarif Cukai Jadi Sorotan
Pemerintah mencatat realisasi penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) senilai Rp213,48 triliun hingga akhir 2023.
IDXChannel - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) senilai Rp213,48 triliun hingga akhir 2023. Nilai tersebut menurun 2,35 persen dibandingkan 2022.
Berdasarkan laporan APBN KiTa edisi Januari 2024, penurunan realisasi penerimaan CHT ini disebabkan oleh penurunan produksi hasil tembakau sebesar 1,8 persen hingga Oktober 2023.
Di sisi lain, penurunan penerimaan ini diikuti dengan meningkatnya konsumsi rokok murah di pasaran atau down trading.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Vid Adrison menilai, penurunan produksi pada golongan I terjadi karena turunnya permintaan pasar di golongan I, sehingga memicu terjadinya perpindahan konsumsi ke rokok murah.
“Downtrading artinya ada kenaikan (produksi) di golongan bawah, yakni di golongan II,” ujar Vid Adrison melalui keterangan pers, Senin (18/3/2024).
Dia mencatat, fenomena itu merupakan dampak dari struktur cukai yang berlapis sehingga terjadi kesenjangan harga yang lebar antar produk rokok di pasaran.
"Artinya, mereka memiliki kesempatan untuk menjual rokok lebih murah dibandingkan di golongan I. Ini yang mengakibatkan orang pindah dari golongan I ke golongan II," paparnya.
Vid menyatakan, selama rokok dikenakan cukai yang berbeda-beda, maka masyarakat bebas untuk mengkonsumsi produk dengan harga yang lebih rendah.
"Coba seandainya ada merek A harga Rp30.000, merk B harga Rp20.000 dengan rasa tidak jauh beda, kira-kira pilih yang mana? Teman-teman saya banyak yang dulunya mengkonsumsi rokok golongan I pindah ke golongan II," beber dia.
Di kesempatan terpisah, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan Jakarta, Mukhaer Pakkana, juga menyoroti fenomena peralihan konsumsi yang terjadi dipengaruhi oleh struktur tarif cukai yang kompleks dan adanya jarak tarif yang lebar antar golongan rokok.
"Downgrading ini disebabkan tidak meratanya kenaikan cukai antar golongan yang menyebabkan harga jual ecerannya menjadi semakin berjarak," ungkapnya.
Mukhaer mengatakan, dilihat dari sisi pengendalian, kenaikan tarif CHT dengan tujuan mengurangi konsumsi rokok menjadi tidak tercapai, jika jarak tarif antar golongan masih tergolong lebar.
Hal inilah yang menjadi pemicu shifting konsumen dari rokok golongan I ke golongan II.
Tidak adanya perbaikan pada struktur tarif CHT, baik dari struktur tarif maupun jarak tarif yang lebar, berpotensi akan terus menggerus penerimaan CHT ke depannya.
"Kenaikan CHT salah satu tujuannya adalah menaikkan penerimaan dan tujuan ini jadi tidak tercapai karena terjadi downtrading pada rokok golongan I. Kerugian negara menjadi double (berlipat) yang berasal dari kerugian turunnya penerimaan dan tidak turunnya prevalensi perokok. Di mana perokok hanya beralih jenis rokoknya, tidak mengurangi jumlah konsumsinya," jelasnya.
Penurunan penerimaan cukai dan meningkatnya tren konsumsi rokok yang lebih murah pada 2023 perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah.
Mukhaer memaparkan sejumlah solusi strategis yang dapat diimplementasikan melalui kebijakan fiskal seperti penyederhanaan struktur tarif cukai secara bertahap.
(SLF)