Korsel Lirik Proyek Sistem Penyediaan Air Minum RI Senilai Rp124,4 Triliun
Korsel tertarik berinvestasi dalam proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang ditargetkan mampu mencapai 10 juta sambungan air minum ke rumah (SR).
IDXChannel - Pemerintah tengah mencari alternatif pembiayaan infrastruktur untuk Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perpipaan. Salah satu caranya dengan menggaet investor dari luar negeri.
Dengan begitu, program 10 juta sambungan air minum ke rumah (SR) bisa terwujud seperti tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 –2024.
Adapun alternatif pembiayaan dibutuhkan karena investasi untuk mencapai program 10 Juta SR cukup besar, yaitu Rp123,4 triliun. Sementara porsi APBN tahun 2022-2024 diproyeksi hanya mampu memenuhi 17% atau sekitar Rp21 triliun.
Untuk APBD sebesar 13% atau sekitar Rp15,6 triliun, dan sisanya 70% atau sekitar Rp86,8 triliun bersumber dari lainnya, salah satunya investasi.
Direktur Pengembangan Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas Sri Bagus Guritno menuturkan saat ini salah satu negara yang berminat untuk berinvestasi di sektor penyediaan air adalah Korea Selatan.
"Di sini sudah ada yang dari Korea, dan juga hadir menjadi panelis di seminar kali ini," kata Sri Bagus dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (7/2/2023).
Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Herry Trisaputra Zuna menambahkan saat ini memang gap pembiayaan APBN untuk membangun jaringan air masih cukup besar. Sehingga diperlukan investasi untuk mendanai.
Sebagai langkah untuk menutupi gap pendanaan (funding gap) non-APBN sebesar 70 persen ini pemerintah membuka peluang alternatif pendanaan dengan melibatkan badan usaha dan swasta," sambung Herry.
Pada kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri PUPR Bidang Sumber Daya Air Firdaus Ali menyebutkan, hingga saat ini sudah banyak investor yang berminat di sektor penyediaan air.
Hal itu karena di Indonesia, cakupan layanan air pipa baru sekitar 21,69% sehingga peluang untuk investasi di sektor tersebut masih besar. Dengan persentase tersebut Indonesia dengan 267 juta penduduk memiliki peluang besar sekali.
“Tapi peluang ini tidak mungkin terealisasi apabila tidak ada kepastian tarifnya seperti apa, adjustment tarifnya seperti apa sehingga para investor tidak yakin," ujarnya.
(FRI)