ECONOMICS

Korsel Tawarkan Kerja Sama Sektor Pertanian untuk Capai Swasembada Pangan Indonesia

Irfan Ma'ruf 27/11/2024 10:39 WIB

Pemerintah Korea Selatan menawarkan kerja sama sektor pertanian untuk membantu Indonesia mencapai swasembada pangan.

Wakil Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Park Soo Deok. (Foto: Irfan Ma'ruf)

IDXChannel – Pemerintah Korea Selatan menawarkan kerja sama sektor pertanian untuk membantu Indonesia mencapai swasembada pangan. Hal itu terungkap dalam seminar internasional bertema "Improving Indonesia-Korea Relationship in Prabowo Administration from Food Sovereignty to Good Neighbour" di Jakarta, kemarin.

Dalam kesempatan itu, Deputi Bidang Tata Usaha dan Distribusi Kementerian Koordinator Pangan, Tatang Yuliono menuturkan, keinginan pemerintah mengejar swasembada pangan dihadapkan pada sejumlah tantangan yang tidak mudah. Tantangan-tantangan itu antara lain peningkatan jumlah penduduk sebesar 1,1 persen per tahun, produksi pangan yang stagnan bahkan mengalami penurunan pada kurun waktu 2019-2024 sebesar 1,1 persen.

Selain itu, pada 2023 juga tercatat ketergantungan pada impor beras sebesar 3,1 juta ton. Tantangan lain adalah degradasi kualitas lahan di mana 89,5 persen lahan tidak sustainable. Belum lagi usia kaum tani yang menua, di mana 70 persen petani berusia lebih dari 43 tahun.

Rendahnya tingkat kesejahteraan petani dan perubahan iklim yang menggangu proses tanam dan panen juga menjadi hal-hal penghambat yang serius. 

“Tantangan lain yang dihadapi Indonesia adalah sampah makanan (food waste). Menurut laporan United Nations Environment Programme (UNEP) yang berjudul Food Waste Index 2021 total sampah makanan di Indonesia mencapai 20,93 juta ton per tahun. Nilai tersebut menempati posisi empat terbesar setelah China, India, dan Nigeria,” kata Tatang dalam seminar yang diselenggarakan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) di Hall Dewan Pers, Jakarta, Selasa (27/11/2024).

Dia mengatakan, Presiden Prabowo Subianto menyadari berbagai tantangan itu. Karenanya, dalam pidato pelantikannya bulan lalu, kepala negara menegaskan bahwa Indonesia harus mencapai swasembada energi, air, dan pangan dalam waktu empat tahun ke depan.

“Untuk itulah, pemerintah membentuk Kementerian Koordinator Bidang Pangan. Kementerian ini mengoordinasikan empat Kementerian, yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta dua badan yaitu Badan Pangan Nasional dan Badan Gizi Nasional, serta lembaga lain yang diperlukan,” ujarnya.

Tatang mengatakan, target utama pemerintah adalah meningkatkan indeks ketahanan pangan dari 76,20 (2024) menjadi 80,72 (2029). Berikutnya adalah menurunkan prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan dari 7,21 persen (2024) menjadi 4,41 persen (2029). Pemerintah juga berambisi meningkatkan produksi pangan dan mengurangi impor pangan untuk komoditas beras, jagung, kedelai, dan gula. 

Sementara Wakil Duta Besar Korea Selatan Park Soo Deok mengatakan, pihaknya siap mengembangkan kerja sama di sektor pertanian untuk mendukung target swasembada pangan Indonesia. Menurut dia, kedua negara telah menjalin begitu banyak kerja sama di berbagai bidang, politik, ekonomi, pendidikan, budaya, dan people to people contact sejak hubungan diplomatik dimulai pada dekade 1970-an. 

Dia mengatakan, dalam 20 tahun terakhir, kedua negara telah mencatatkan peningkatan hubungan yang signifikan. Dua dekade lalu, volume perdagangan kedua negara kurang dari USD10 miliar. Sementara tahun lalu volume perdagangan kedua negara tercatat lebih dari USD20 miliar.

Tahun lalu, lebih dari 300.000 orang Indonesia mengunjungi Korea, dan lebih dari 200.000 orang Korea mengunjungi Indonesia. Perusahaan-perusahaan Korea mengundang sekiatr 10.000 pekerja Indonesia dan tidak kurang dari 2.000 mahasiswa Indonesia menuntut ilmu di Korea. 

Hyungjun Noh dari Korea Program for International Cooperation in Agricultural (KOPIA) yang berada di Badan Pembangunan Desa Korea menawarkan kerja sama untuk membantu produktivitas sektor pertanian di Indonesia. Dalam presentasinya, Noh mencontohkan kerja sama yang telah dilakukan KOPIA di berbagai negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Agustus lalu, Noh berkunjung ke Indonesia untuk melihat dari dekat problematika yang dihadapi sektor pertanian Indonesia.

Persoalan yang didapati antara lain berupa penurunan volume pupuk sebesar 50 persen, ketidakmampuan sekitar 17-20 persen petani mengakses Kartu Tani, penurunan kualitas bibit, mekanisasi dan otomasi yang sangat minim, hingga irigasi yang juga kurang (lebih dari 50 persen harus diperbaiki). Faktor cuaca seperti El Nino juga mengganggu musim tanam dan musim panen. Selain itu, jumlah Petugas Penyuluhan Lapangan (PPL) juga hanya dapat membantu 50 persen petani dan kelompok tani. 

Noh yakin, kerja sama dalam kerangka KOPIA dapat membantu Indonesia secara signifikan meningkat produktivitas lahan pertanian, termasuk membantu terwujudnya program cetak sawah seluas 3 juta hektare. 

Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Vivi Yulaswati mengatakan, Indonesia juga memasang target pada 2045 memiliki sektor pertanian yang kompetitif, inovatif, dan tangguh yang menyediakan peluang kerja yang layak dan layak bagi petani dan pekerja pertanian lainnya. Sektor pertanian pada masa itu juga diharapkan mendukung sistem agrifood yang dinamis yang menyediakan pola makan sehat bagi semua orang, dan meningkatkan keberlanjutan lingkungan.

(Ahmad Islamy Jamil)

SHARE