Krisis Evergrande, Manipulasi Pendapatan hingga Bos Dilarang Main Saham Seumur Hidup
Krisis properti di China menjadi sorotan dalam dua tahun terakhir tatkala China Evergrande mengalami kasus gagal bayar obligasi.
IDXChannel - Krisis properti di China menjadi sorotan dalam dua tahun terakhir tatkala China Evergrande, pengembang properti raksasa negara tersebut mengalami kasus gagal bayar obligasi.
Kasus tersebut berakhir dengan tuntutan likuidasi yang harus dijalankan perusahaan untuk membayar utang perusahaan.
Kini, Evergrande, kembali mendapatkan masalah karena kedapatan menggelembungkan pendapatan sebesar CNY564 miliar atau sekitar Rp 1.232 triliun (kurs Rp2.184 per yuan) selama dua tahun sebelum perusahaan tersebut mengalami gagal bayar utang.
Dilaporkan Bloomberg pada Selasa (19/3/2024), tuduhan tersebut dilayangkan Komisi Regulasi Sekuritas China (CSRC) kepada Evergrande dan pendiri perusahaan Hui Ka Yan.
“Ini merupakan salah satu kasus penipuan keuangan di dunia dan melebihi skandal Enron di Amerika Serikat (AS),” kata Bloomberg.
Informasi saja, Enron adalah perusahaan perdagangan energi dan utilitas yang berbasis di Houston, Texas, yang melakukan salah satu penipuan akuntansi terbesar dalam sejarah.
Para eksekutif Enron menerapkan praktik akuntansi dengan cara manipulasi peningkatan laba perusahaan dan sempat menjadikannya perusahaan terbesar ketujuh di Amerika Serikat.
Setelah penipuan terungkap, perusahaan dengan cepat terbongkar, mengajukan kebangkrutan Bab 11 pada bulan Desember 2001. Enron saat itu memanipulasi laba sejumlah USD600 juta. (Lihat tabel di bawah ini.)
Bahkan, kasus Evergrande telah mengalahkan kasus skandal Worldcom yang melakukan fraud keuangan mencapai USD11 miliar pada dekade 1999-2002.
WorldCom adalah perusahaan telekomunikasi berbasis AS dan salah satu penyedia sambungan jarak jauh terbesar pada jamannya.
Perusahaan ini terkenal karena terlibat dalam salah satu skandal akuntansi terbesar di negara ini, yang terjadi setelah penipuan Enron dan Tyco.
Hal ini terjadi setelah terungkap bahwa perusahaan tersebut telah melakukan fraud pembukuan keuangan. WorldCom juga terlibat dalam salah satu kebangkrutan terbesar sepanjang masa. Perusahaan tersebut keluar dari kebangkrutan, mengubah mereknya sendiri, dan aset jaringannya dijual ke Verizon.
Ketika booming teknologi berubah menjadi kehancuran di era bubble dot-com, perusahaan-perusahaan memangkas pengeluaran untuk layanan dan peralatan telekomunikasi. Dalam kasusnya, WorldCom menggunakan trik akuntansi untuk mempertahankan kesan profitabilitas yang terus meningkat.
Di lain pihak, menurut pihak berwenang, unit bisnis Evergrande di China Daratan, Hengda Real Estate Group, menggelembungkan pendapatannya sebesar CNY214 miliar pada 2019 dan CNY350 pada 2020.
Dilarang Main Saham
Imbas kasus ini, CSRC berencana untuk menghukum dengan penerbitan larangan seumur hidup bagi pimpinan Xu Jiayin, untuk masuk ke pasar sekuritas.
CSRC mendenda Hui sebesar CNY47 juta, serta melarang dia seumur hidup melakukan aktivitas pasar modal. Sementara itu, Hengda didenda CNY4,18 miliar yuan.
Kerajaan bisnis Hui mulai runtuh setelah regulator memberlakukan pembatasan ketat pada pinjaman, sementara perlambatan ekonomi dan pandemi menghambat penjualan.
Hui ditempatkan di bawah pemantauan polisi pada September 2024 dan keberadaanya saat ini tidak diketahui. Meski demikian, sampai saat ini belum ada tuntutan pidana terhadap Hui.
Hui pernah menjadi orang terkaya kedua di Asia, dengan harta mencapai USD42 miliar pada 2017. Kekayaannya kini anjlok menjadi sekitar USD1 miliar setelah perusahaannya gagal bayar utang pada 2021.
Saham Evergrande anjlok dan akhirnya ditangguhkan dari perdagangan. Perusahaan tersebut menerima perintah likuidasi dari pengadilan Hong Kong pada Januari 2023.
Perusahaan itu sendiri akan diwajibkan untuk melakukan koreksi dan diberi peringatan, sekaligus denda CNY4,175 miliar atau setara USD580 juta.
CSRC menyalahkan Hui sebagai dalang utama kasus penipuan ini. Dia disebut memerintahkan bawahannya untuk menggelembungkan laporan keuangan tahunan Hengda.
Utang Evergrande yang luar biasa besar menjadi simbol krisis di pasar properti China yang berlangsung selama bertahun-tahun. Dampak dari krisis ini memukul kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Krisis properti yang telah berlangsung sejak akhir 2022 ini juga berkontribusi pada kinerja pasar saham Hang Seng Hong Kong dan Shanghai Composite yang merana sepanjang tahun lalu.
Melansir Trading Economics, investasi properti di China turun menjadi -9,60 persen pada bulan Desember 2023 dari -9,40 persen pada bulan November 2023.
Investasi properti di China rata-rata sebesar 17,78 persen dari tahun 1998 hingga 2023, mencapai angka tertinggi sepanjang masa sebesar 50,20 persen pada bulan Februari 2004 dan rekor terendah sebesar -16,30 persen pada Februari 2020.
Imbas krisis properti yang belum terselesaikan ini, membuat sejumlah regulator di Beijing terus memberikan stimulus untuk memacu penjualan di sektor ini.
Terbaru, Bank Rakyat China (PBOC) mempertahankan suku bunga pinjaman acuan tidak berubah pada penetapan bulan Maret, seperti yang diperkirakan secara luas.
Suku bunga dasar pinjaman (LPR) satu tahun, yang menjadi acuan sebagian besar pinjaman korporasi dan rumah tangga, dipertahankan pada 3,45 persen. Sementara itu, suku bunga lima tahun, yang menjadi acuan untuk KPR properti, dipertahankan pada 3,95 persen menyusul penurunan terbesar yang pernah terjadi sebesar 25bps pada bulan Februari.
Kedua suku bunga tersebut berada pada rekor terendah, karena bank sentral berupaya untuk memacu perputaran perekonomian dalam menghadapi hambatan dari sektor properti dan kepercayaan konsumen yang mendekati rekor terendah. (ADF)