Ladang Migas Gaza Dikuasai Israel, Palestina Kehilangan PDB USD16,7 Miliar per Tahun
Konflik antara Israel dan Palestina masih terus berlangsung hingga saat ini.
IDXChannel - Konflik antara Israel dan Palestina masih terus berlangsung hingga saat ini. Korban sipil terus berjatuhan akibat konflik ini karena militer Israel masih terus menyerbu Gaza dan menolak untuk melakukan gencatan senjata.
Pernyataan tersebut secara langsung disampaikan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada akhir pekan lalu.
Mengutip Al-Jazeera, update terbaru sejak pecahnya perang pada 7 Oktober lalu, lebih dari 10.000 warga Palestina di Gaza tewas dalam serangan Israel. Di Israel, jumlah korban tewas pada periode yang sama mencapai lebih dari 1.400 orang.
Pengeboman Israel di Gaza terus berlanjut. Terbaru, sedikitnya 16 orang tewas semalam dalam serangan di Rafah.
Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan Gaza “menjadi kuburan bagi anak-anak” ketika dunia menuntut untuk tercapainya gencatan senjata.
PM Benjamin Netanyahu juga sempat menyatakan terbuka untuk “jeda kecil”, dan menyatakan bahwa Israel akan bertanggung jawab atas keamanan Gaza untuk jangka waktu yang tidak terbatas setelah perang.
Perwakilan Palestina di PBB, Riyad Mansour, menuntut pertanggungjawaban atas “kejahatan” yang dilakukan oleh Israel dan menyalahkan AS karena menghalangi perjanjian gencatan senjata.
Terlepas dari riuh upaya diplomasi dalam mengakhiri perang, muncul spekulasi di media sosial tentang kekayaan alam berupa sumber daya minyak dan gas (migas) yang terdapat di jalur Gaza yang menjadi salah satu motivasi serangan Israel yang membabi buta terhadap wilayah tersebut.
Potensi Migas di Jalur Gaza
Wilayah Palestina, terutama di jalur Gaza, memiliki sumber daya alam berupa cadangan gas alam yang cukup melimpah. Salah satunya potensi gas alam di Levant Basin atau cekungan Levant.
Sebuah studi yang dilakukan oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) pada 2019 menemukan cadangan gas alam di Cekungan Levant berada pada kisaran 122 triliun kaki kubik (TCF) dan cadangan minyak yang diperkirakan mencapai 1,7 miliar barel (BOE). Cadangan ini memiliki potensi ekonomi senilai USD524 miliar. (Lihat gambar di bawah ini.)
Dilaporkan Al Jazeera 21 Juni 2021, pendudukan militer Israel di wilayah Palestina sejak 1967 dan blokade Jalur Gaza sejak 2007 telah menghalangi rakyat Palestina untuk melakukan kontrol atas sumber daya fosil mereka sendiri.
Kondisi ini membuat mereka kehilangan pendapatan fiskal dan ekspor yang sangat mereka butuhkan dan perekonomian Palestina dalam keadaan terpuruk.
Mengutip Middle East Monitor, Jumat (3/11) Israel telah memberikan 12 izin kepada enam perusahaan migas global yang melakukan aktivitas eksplorasi gas alam di lepas pantai Mediterania.
Lisensi tersebut diberikan kepada perusahaan Italia Eni, anak perusahaan Korea Dana Petroleum, British Petroleum (BP) Inggris, serta Ratio Energies Israel yang akan mengeksplorasi suatu wilayah sebelah barat ladang Leviathan.
Masuknya sejumlah perusahaan migas ini adalah upaya untuk mendiversifikasi pemasok energi negara tersebut dan meningkatkan persaingan karena Tel Aviv bertujuan untuk menjadi pusat energi untuk mengekspor gas ke Eropa.
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan pada rakyat Palestina di bawah pendudukan Israel juga semakin masif dengan pembatasan ketat terhadap pergerakan orang dan barang, penyitaan dan penghancuran harta benda dan aset, hilangnya tanah, air dan sumber daya alam lainnya, pasar dalam negeri yang terfragmentasi dan terpisah dari pasar negara tetangga dan pasar internasional, dan perluasan pemukiman Israel yang ilegal menurut hukum internasional.
Rakyat Palestina juga mempunyai kendali yang sangat terbatas atas ruang fiskal dan kebijakan mereka.
Sesuai ketentuan Protokol Paris tentang Hubungan Ekonomi, Israel mengontrol kebijakan moneter, perbatasan, dan perdagangan Palestina. Mereka juga memungut bea masuk, PPN dan pajak penghasilan atas warga Palestina yang bekerja di Israel yang kemudian dicairkan ke pemerintah Palestina.
UNCTAD memperkirakan bahwa, di bawah pendudukan Israel, rakyat Palestina telah kehilangan pendapatan fiskal sebesar USD47,7 miliar selama periode 2007-2017. Angka ini termasuk pendapatan yang bocor ke Israel dan bunga yang masih harus dibayar.
Sebagai perbandingan, belanja pembangunan pemerintah Palestina pada periode yang sama hanya menelan pendanaan sekitar USD4,5 miliar.
UNCTAD melaporkan, penutupan yang berkepanjangan dan operasi militer yang berulang di Gaza telah menyebabkan lebih dari separuh penduduk wilayah tersebut hidup di bawah garis kemiskinan dan menyebabkan hilangnya PDB sebesar USD16,7 miliar setiap tahunnya.
Angka ini belum memperhitungkan besarnya biaya peluang yang harus ditanggung karena mencegah rakyat Palestina menggunakan ladang gas alam mereka di lepas pantai Gaza.
Perjanjian Sementara atntara Israel-Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza 1995, yang dikenal sebagai Perjanjian Oslo II, memberikan yurisdiksi maritim kepada Otoritas Palestina (Palestinian Authority/PA) atas perairannya hingga 20 mil laut dari pantai.
PA menandatangani kontrak eksplorasi gas selama 25 tahun dengan British Gas Group pada 1999, dan ladang gas besar, Gaza Marine, ditemukan di 17 hingga 21 mil laut di lepas pantai Gaza pada tahun yang sama.
Namun, meskipun ada diskusi awal antara pemerintah Israel, PA dan British Gas mengenai penjualan gas dari ladang ini dan penyediaan pendapatan yang sangat dibutuhkan bagi wilayah pendudukan Palestina, Palestina belum merasakan manfaat apa pun. (ADF)