Larangan Impor KRL Dikhawatirkan Bikin Tarif Jadi Naik
Produksi kereta baru akan lebih mahal jika dibandingkan dengan membeli kereta dari Jepang sehingga akan terganggu dari sisi cashflow perusahaan.
IDXChannel - Direktur Eksekutif INSTRAN (Institut Studi Transportasi), Deddy Herlambang, mengatakan dampak dari larangan impor KRL bekas bukan hanya dari segi penumpang yang terlantar akibat pensiunnya rangkaian kereta.
Tetapi juga ada kemungkinan berdampak pada penyesuaian tarif. Karena menurutnya, produksi kereta baru akan lebih mahal jika dibandingkan dengan membeli kereta dari Jepang sehingga akan terganggu dari sisi cashflow perusahaan.
Kemungkinan, opsi lanjutannya adalah menaikan tarif atau PSO yang bakal membengkak.
"Kalau KCI membeli kereta baru, paling nanti dampaknya di tarif, harga tarif sekarang saja mau dinaikkan Rp2 ribu sudah teriak-teriak padahal dengan kereta bekas, apalagi dengan kereta baru, ya tidak mungkin tarifnya sama, pasti berubah," kata Deddy saat dihubungi MNC Portal, Selasa (14/3/2023).
Berdasarkan surat yang dikirimkan oleh PT KCI ke Kementerian Perdagangan tertanggal 13 September 2022 dengan nomor 32/ AL.105/CU/KCl/lX/2022, diketahui kereta bekas yang akan di impor dari Jepang berjumlah 348 unit KRL Seri E217, di mana 120 unit untuk 2023 dan 228 unit lain di 2024.
Di satu sisi, PT KCI juga sudah melakukan pemesanan untuk 16 trainset baru senilai Rp4 triliun. Kereta tersebut akan rampung pada 2025.
"Jadi kalau misal tarifnya sama, yang membengkak akan di PSO-nya, sehingga bukan hanya masalah industri atau TKDN, seharusnya masalah non teknis harus dibahas juga," sambung Deddy.
Selain TKDN dalam rangka mendukung industri di dalam negeri, yang tidak boleh luput dari perhatian menurutnya juga menyangkut pelayanan publik. Seperti menyediakan layanan transportasi yang murah dan mudah diakses.
"TKDN bagaimana, nyatanya kita belum siap, kalau handphone, otomotif, okelah harus dengan TKDN, kalau kereta ya bagaimana (TKDN) pemainnya cuma satu," tuturnya.
Lebih lanjut Deddy menilai saat ini INKA selaku produsen tunggal di industri perkeretaapian masih belum cukup siap untuk memproduksi kereta api berpenggerak. Hal itu dapat dilihat dari beberapa uji coba di track yang justru mengalami insiden, seperti LRT Jabodebek yang belum lama mengalami tubrukan.
"Prioritas adalah pelayanan publik, menyediakan transportasi umum, harus menjadi prioritas, termasuk menjamin aspek keselamatan," pungkasnya. (NIA)