Lewat Desa BRILian, Mantan Pengusaha Ini Berdayakan Ekonomi Masyarakat Benteng
omzet penjualan para pelaku UMKM dan kelompok tani di bawah naungan Desa Wisata Benteng semakin terangkat.
IDXChannel - Sastrawan legendaris Jepang, Ryunosuke Satoro, mengingatkan pentingnya kebersamaan, lewat kalimat epiknya, "Individually, we are one drop. Together, we are an ocean. (Sendiri, kita hanya setetes. Saat bersama, kita adalah lautan)."
Meski telah diucapkan lebih dari 100 tahun lalu, kalimat tersebut seolah kembali menemukan pembenarannya di masa sekarang ini, di mana era kompetisi telah tergusur dengan semangat sinergi dan kolaborasi.
"Ini saya rasakan betul, terutama saat bisnis saya kolaps di 2018 lalu akibat terdisrupsi oleh gelombang online shop yang mulai gila-gilaan saat itu," ujar Ketua unit Desa Wisata Benteng, Wahyu Syarif Hidayat, saat ditemui di kantornya, pekan lalu.
Ya. Sebelum aktif dalam kepengurusan lingkungan, Wahyu merupakan pengusaha pakaian yang membuka toko di Pasar Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Omzetnya lumayan. Penjualannya lumayan kencang. Bahkan dalam seminggu, Wahyu sudah harus kulakan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, agar stok dagangannya tidak kehabisan.
Namun, tren penjualan online yang seketika merebak di masyarakat praktis mengubah segalanya. Bisnis pakaian, seperti yang digeluti Wahyu, adalah salah satu ceruk pasar yang terdisrupsi paling dalam dengan adanya tren baru tersebut.
"Wah ancur-ancuran betul. Apalagi bisnis fashion kan salah satu yang paling terdampak saat itu. Penjualan drop sampai 80-90 persen. Toko pun akhirnya terpaksa harus tutup," kenang Wahyu.
Kawan Lama
Dalam kondisi demikian, Wahyu pun bertemu dengan seorang kawan lama, yaitu Faka Harika, yang saat itu telah menjabat sebagai Kepala Desa Benteng sejak 2014.
Sebagai kawan yang telah lama bersahabat dan berkegiatan bersama di berbagai organisasi kepemudaan, Wahyu dan Faka merasa sepemikiran tentang ide menggerakkan perekonomian masyarakat lewat sebuah konsep desa wisata.
"Kebetulan Pak Kades ini mantan pelaut yang 15 tahun lebih berkeliling mancanegara, sehingga paham betul soal tourism. Jadi, sejak 2015, beliau sudah mendirikan desa wisata di daerah Benteng," tutur Wahyu.
Desa Wisata tersebut, menurut Wahyu, menjadi salah satu dari unit bisnis dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Benteng. Selain unit Desa Wisata, BUMDes Benteng juga membawahi beberapa unit bisnis lain, seperti toko perniagaan, dan beberapa lagi unit lainnya.
Sementara, Desa Wisata sendiri membawahi sejumlah kegiatan masyarakat yang ada di daerah Benteng, seperti sanggar kesenian tradisi, kesenian Islami, pencak silat, beberapa kelompok tani dan berbagai jenis Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Namun, dengan sejumlah keterbatasan yang ada, pengembangan Desa Wisata Benteng dalam tahun-tahun awal didirikan, relatif masih 'jalan di tempat'.
"Lalu pada 2018 itu, kebetulan Ketua BUMDesnya saat itu meninggal, jadi saya diberi amanat untuk menggantikan. Sekaligus juga menjadi operator komputer Kantor Desa. Jadi akhirnya, seluruh sisa bisnis saya jual. Urusan dengan bank, saya bereskan. Maka sejak itu, dari pengusaha, saya hijrah total jadi pegiat desa," ungkap Wahyu.
Dengan telah mengenal Pak Kades sejak lama, Wahyu merasa upaya pengembangan desa wisata jadi berjalan lebih baik.
Dengan kondisi geografis Desa Benteng yang merupakan kawasan agaris, maka sejumlah produk pertanian sengaja dijadikan andalan dalam membangun Desa Wisata Benteng.
Misalnya saja kebun budidaya jambu kristal, di mana wisatawan bisa menikmati langsung sensasi memetik langsung buah jambu kristal dari kebunnya, dan langsung dinikmati di tengah saung yang asri.
Lalu ada juga kelompok tani yang fokus dalam budidaya singkong. Tak hanya dijual secara langsung, sebagian singkong hasil panen diolah kembali menjadi tepung mokav, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan egg roll, nastar, hingga brownies kering.
"Apalagi, IPB (Institut Pertanian Bogor) yang dulu fokus pengabdian masyarakatnya malah ke daerah Jawa (Tengah) dan Luar Jawa, sejak 2010 sampai sekarang mulai concern ke desa sekitar lokasi kampus. Termasuk Desa Benteng ini juga, jadi banyak dipakai sasaran untuk program pelatihan dan pendampingan, baik dengan mahasiswa maupun langsung dosennya juga," papar Wahyu.
Desa BRILian
Tak hanya dari IPB, Wahyu sebagai Ketua BUMDes juga terus mendorong para pengurus Desa Wisata Benteng, berikut para pelaku UMKM dan juga Kelompok Taninya, untuk aktif mengikuti pelatihan di berbagai tempat. Misalnya saja pelatihan yang digelar secara rutin oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor.
Atau juga pelatihan dan pendampingan yang dilakukan oleh sebagian perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satunya dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), atau Bank BRI, yang pada 2020 menawarkan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat melalui Program Desa BRILian.
"Pertama kali ditawari gabung (dengan Program Desa BRILian) di 2020. Pas pandemi. Saat itu seluruh unsur desa dilibatkan, mulai dari perwakilan aparatur desa, pelaku UMKM, kelompok-kelompok kegiatan masyarakat, tokoh masyarakat sampai pengurus BUMDes(Badan Usaha Milik Desa)nya juga turut serta," ungkap Wahyu.
Saat itu, masing-masing unsur desa mendapatkan pendampingan secara khusus dari pihak BRI, sesuai dengan peran masing-masing dalam ekosistem desa wisata.
Materi pendampingan yang diberikan disampaikan oleh akademisi akademisi Universitas Padjadjaran, terkait manajemen dan tata kelola desa wisata. Pemberian materi disampaikan secara daring di setiap hari kerja selama tiga bulan nonstop.
"Dari sana kami benar-benar tercerahkan, tentang bagaimana mengelola desa wisata secara baik dan maksimal. UMKM dan kelompok tani juga benar-benar dapat insight tentang pengembangan bisnisnya," tutur Wahyu.
Selain mengikuti pendampingan, dalam forum Desa BRILian tersebut seluruh unsur Desa Wisata Benteng juga aktif dalam berinteraksi dengan pihak-pihak lain, baik dari BRI, akademisi sebagai pemateri, hingga sesama peserta pendampingan.
Hal ini membuat jejaring relasi Desa Wisata Benteng semakin kuat, sehingga membuat nama Desa Wisata Benteng mulai dikenal secara bertahap.
Terlebih, oleh pihak BRI Program Pendampingan Desa BRILian ini terus digelar secara konsisten hingga 2022, sehingga hal tersebut turut mematangkan konsep dan manajerial dalam kepengurusan Desa Wisata Benteng sendiri.
"Nah, karena mungkin dilihat dari keaktifan, atau juga progress yang dicapai selama pendampingan, alhamdulillah pada akhir 2022 Desa Wisata Benteng dinobatkan dari salah satu dari lima Desa BRILian yang mendapat dana hibah sebesar Rp1 miliar per desa," tandas Wahyu, bangga.
Edu-ecotourism
Mendapat suntikan dana sebesar itu, pengurus Desa Wisata Benteng pun akhirnya mengajak seluruh unsur desa untuk berkolaborasi menyusun Rancangan Anggaran dan Biaya (RAB) terkait seluruh kebutuhan di lapangan.
Seluruh UMKM, kelompok-kelompok tani, kelompok masyarakat sampai seluruh unsur pengurus mengajukan kebutuhan dana dan investasinya, dan kemudian disusun bersama untuk diajukan kepada pihak BRI sebagai syarat pencairan dana.
"Saat itu kami sepakat mengangkat tema Desa Wisata Benteng ini yaitu edu-ecotourism. Jadi dengan kekuatan daerah di bidang pertanian, kita coba menata konsep untuk bisa menjadi sarana pariwisata sekaligus pendidikan masyarakat," urai Wahyu.
Tak hanya memberikan pendampingan dan dana hibah saja, pihak BRI juga aktif mengajak seluruh UMKM dan kelompok tani di bawah naungan Desa Wisata Bentenguntuk mengikuti berbagai kegiatan pemasaran, seperti Pameran UMKM, bazar, Pasar Rakyat dan beragam kegiatan lain yang digelar oleh BRI.
Hal ini memberi manfaat dua arah bagi Desa Wisata Benteng. Di satu pihak, omzet penjualan para pelaku UMKM dan kelompok tani di bawah naungan Desa Wisata Benteng tentu semakin terangkat. Di lain pihak, kesempatan tersebut juga menjadi ajang promosi gratis bagi Desa Wisata Benteng, sehingga secara perlahan kunjungan wisatawan yang berkunjung juga semakin banyak.
"Alhamdulilah, sekarang rata-rata ada sekitar tiga hingga lima rombongan yang berkunjung per bulan. Makin banyak ketika memasuki musim liburan. Kita sampai atur jadwal biar masing-masing rombongan tidak bentrok di lapangan, biar kunjungannya tetap nyaman," urai Wahyu.
Dari setiap rombongan tersebut, rata-rata diikuti oleh 10 hingga 15 wisatawan. Namun, bila rombongan tersebut dari perusahaan atau sekolah, biasanya jumlah wisatawan yang berpartisipasi bisa makin banyak, hingga mencapai puluhan, bahkan ratusan.
"Terakhir ada kunjungan pelajar sekolah dari Jakarta Timur, itu pesertanya sampai 370-an orang," ujar Wahyu.
Bagi setiap kunjungan tersebut, pengurus Desa Wisata Benteng menerapkan tarif sebesar Rp250 ribu untuk tiga pilihan destinasi, atau Rp300 ribu untuk jumlah destinasi yang sama, namun ditambah dengan fasilitas wisata river tubing.
Dari jumlah tarif tersebut, setiap pelaku UMKM dan kelompok tani yang dikunjungi akan menerima Rp10 ribu per wisatawan. Jadi, misal dalam satu rombongan ada 60 wisatawan yang ikut berkunjung, maka setiap UMKM yang dikunjungi bakal menerima Rp600 ribu dari pengurus Desa Wisata Benteng.
Di lain pihak, hadirnya wisatawan juga hampir selalu melakukan transaksi terkait produk-produk yang dimiliki oleh UMKM dan kelompok tani yang dikunjungi. Menurut Wahyu, jumlah transaksi tersebut minimal bisa mencapai Rp500 ribu hingga Rp1 juta per rombongan, bergantung dari jumlah wisatawan yang tergabung dalam rombongan tersebut.
"Dan itu sudah murni pemasukan dari UMKM yang dikunjungi. Pengurus tidak pungut lagi. Jadi memang sebesar itu dampak Desa BRILian untuk kami. Jadi kami sangat bersyukur, dan berharap untuk dapat terus (menjadi peserta pendampingan Desa BRILian) agar desa ini terus berkembang. Dan tentu saja, dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di sini," tegas Wahyu.
Sudah Dibuka
Menurut pihak BRI sendiri, hingga 2023 lalu sudah ada sedikitnya 3.178 desa di seluruh Indonesia yang telah menjadi peserta Program Desa BRILian. Sedangkan untuk penyelenggaraan di 2024 ini, BRI juga telah membuka pendaftaran sejak Februari lalu, bagi siapa pun desa yang berminat berkembang bersama ekosistem Desa BRILian BRI.
"Memang program ini kami tujukan untuk mewujudkan ketahanan ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan potensi yang ada di desa-desa di seluruh Indonesia. Penilaian kami didasarkan pada empat kriteria utama, yaitu BUMDes yang aktif, digitalisasi, kerberlanjutan (sustainability) dan juga inovasi," ujar Corporate Secretary BRI, Agustya Hendy Bernadi, dalam kesempatan terpisah.
Tak hanya itu, menurut Hendy, melalui Program Desa BRILian pihaknya juga berharap dapat lebih memaksimalkan literasi dan inklusi keuangan di masyarakat, dengan semakin mendekatkan berbagai layanan transaksi perbankan di kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dengan desanya telah terkoneksi sebagai peserta Desa BRILian, BRI akan secara konsisten memperkenalkan platform pemberdayaan digital Link UMKM yang dapat diakses secara mandiri (self-assessment scoring) guna mengetahui level usahanya, dan lalu mendapatkan rekomendasi pelatihan yang sesuai dari para pemateri yang telah bekerja sama dengan BRI.
"Kami menargetkan per tahun ada sedikitnya 1.000 desa yang dapat kami rangkul untuk menjadi peserta Program Desa BRILian. Dengan pelaksanaan tiap tahun, maka kami berharap akan semakin banyak desa yang bisa lebih diberdayakan, dimaksimalkan potensi ekonominya, dan berkembang maju bersama BRI," tegas Hendy. (TSA)