Libatkan BPKP, Kejagung Siap Ungkap Kerugian Negara Dugaan Korupsi Krakatau Steel
Kejagung dengan melibatkan BPKP siap ungkap kerugian negara dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan pabrik blast furnace PT Krakatau Steel.
IDXChannel - Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Supardi mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kerugian negara dalam dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan pabrik blast furnace PT Krakatau Steel.
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung ia sebutkan akan segera menaikkan status perkara dugaan kasus tersebut ke tahap penyidikan.
“Kami sudah ke BPKP dan ada kesepakatan clear akan naik ke penyidikan. Jadi kami sudah ada diskusi, sudah clear,” ujar Supardi, Kamis (3/3/2022).
Proses hukum terhadap perkara tersebut masih dalam tahap penyidikan. Dimana penyidik menemukan adanya peristiwa pidana, sehingga dalam waktu dekat akan ditingkatkan ke tahap penyidikan umum.
Penyidik Jampidsus juga sudah berkoordinasi dengan BPKP dan dalam waktu dekat akan diumumkan kerugian rill terkait dugaan kasus korupsi tersebut.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan pada awalnya proyek pembangunan pabrik Blast Furnace (BFC) tersebut dilaksanakan oleh Konsorsium MCC CERI asal Tiongkok dan PT Krakatau Engineering sesuai hasil lelang tanggal 31 Maret 2011 dengan nilai kontrak setelah mengalami perubahan adalah Rp 6,92 triliun.
Kontrak tersebut telah dibayarkan ke pihak pemenang lelang senilai Rp 5,3 triliun, namun demikian pekerjaan kemudian dihentikan pada tanggal 19 Desember 2019 padahal pekerjaan belum 100 persen. Setelah dilakukan uji coba operasi biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasar.
Selain itu, pekerjaan sampai saat ini belum diserahterimakan dengan kondisi tidak dapat beroperasi lagi. Seharusnya PT Karakatau Steel membangun Pabrik Blast Furnace (BFC) dengan menggunakan bahan bakar batubara agar biaya produksi lebih murah.
Namun pembangunan proyek tersebut menggunakan bahan bakar gas sehingga memerlukan biaya yang lebih mahal. Hal ini membuat pabrik peleburan tersebut tidak bisa dioperasikan, karena akan mengeluarkan biaya tinggi.
“Tidak bisa beroperasi (BFC Krakatau Steel). Kalau dipakai high cost tidak bisa bersaing,” kata Supardi.
(IND)