Mangkraknya PLTG Sambera Diklaim Ganggu Iklim Investasi
viralnya pembahasan terkait mangkraknya PLTG Sambera di media sosial tersebut seharusnya menjadi warning bagi PTGN untuk mulai mengambil tindakan konkret.
IDXChannel - Salah satu cucu usaha dari PT Pertamina (Persero), yaitu PT Pertagas Niaga (PTGN), menjadi sorotan seiring mandegnya aktivitas operasional Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Sambera, di Kalimantan Timur.
Sebagai pengelola PLTG tersebut, PTGN sebelumnya diketahui bekerja sama dengan PT Risco Energi Pratama (REP) sebagai penyedia infrastruktur gas yang dibutuhkan.
Praktis, seiring munculnya kabar terkait mandeg dan mangkraknya PLTG berkapasitas 2×20 Mega Watt (MW) itu, kekhawatiran pun merebak terkait potensi terganggunya suplai listrik di Kalimantan Timur, khususnya di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Bahkan, sorotan juga mulai marak di media sosial lewat tagar #PLTGSambera yang trending dalam beberapa hari terakhir. Menyikapi viralnya kasus tersebut, Pakar Bisnis Digital, Tuhu Nugraha, pun turut angkat bicara.
Menurut Tuhu, viralnya pembahasan terkait mangkraknya PLTG Sambera di media sosial tersebut seharusnya menjadi warning bagi PTGN untuk mulai mengambil tindakan konkret.
"Peran netizen ini sekarang sudah menjadi pilar baru demokrasi untuk check and balance kinerja pemerintah maupun BUMN," ujar Tuhu, Kamis (16/3/2023).
Dulu, menurut Tuhu, fungsi dan peran pilar demokrasi melekat pada media massa dan juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Namun saat ini, peran tersebut mulai juga dimiliki oleh netizen dengan kekuatan viralnya, yang juga bisa diandalkan sebagai alat kontrol yang efektif dan perlu didengar oleh pemerintah dan pihak-pihak lain yang tengah menjadi sorotan.
"Sehingga, ini harus menjadi warning bagi PTGN, khususnya terkait kelangsungan kinerja PLTG Sambera," tutur Tuhu.
Tak hanya semata-mata berkaitan dengan kinerja PLTG Sambera, Tuhu menilai viralnya kasus ini juga dapat membawa pengaruh buruk terhadap iklim kepercayaan investasi di Indonesia secara keseluruhan.
Artinya, harus ada goodwill dan mengakui adanya permasalahan dalam proyek regasifikasi di PLTG Sambera.
"Kita sudah lihat dari berbagai kasus sebelumnya, misal Mario Dandy yang efeknya dan implikasinya luar biasa. Bukan cuma ke orang tuanya, tapi juga ke pejabat publik lainnya. Karena itu, Pimpinan PTGN Saya pikir harus sadar betul, karena pemerintah pun saat ini juga sangat peduli soal opini publik," ungkap Tuhu.
Sementara, Pakar Hukum Perdata, Prof Budi Santoso, menganggap bahwa mandegnya operasional PLTG Sambera telah memicu dugaan bahwa PTGN tidak menjalankan komitmennya terkait kesepakatan kerja sama operasional dengan pihak REP.
"Jika tidak komit akibat belum diselesaikannya pembayaran kontrak kerjasama dengan PT Risco Energi Pratama, maka PTGN sebagai debitur bisa dinilai dengan sengaja membuat PLTG Sambera mangkrak," ujar Budi.
Seharusnya, menurut Budi, PTGN patuh pada ikatan kontrak yang telah disepakati oleh kedua pihak. Hal tersebut lantaran secara hukum lazimnya sudah ada ikatan kontrak yang telah disepakati dan diatur sedemikian rupa terkait tata cara penyelesaian, misal terjadi sengketa antara pihak-pihak yang telah bersepakat.
"Sehingga, langkah awal (penyelesaian) yang bisa dilakukan PTGN adalah duduk bersama PT Risco untuk bermusyawarah. Jika tidak ada titik temu, ya jalan terakhir berperkara di pengadilan," tegas Budi. (TSA)