ECONOMICS

Masalah Upah Jadi Salah Satu Pemicu Kericuhan di GNI Morowali

Iqbal Dwi Purnama 20/01/2023 22:00 WIB

Hal itu yang menjadi sumbu dari adanya kericuhan yang terjadi di pabrik smelter yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2021 itu.

Masalah Upah Jadi Salah Satu Pemicu Kericuhan di GNI Morowali. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Presiden Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengatakan salah satu pemicu kericuhan di PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) karena adanya kesenjangan upah antara pekerja lokal dan Tenaga Kerja Asing (TKA).

Said Iqbal mengatakan para pekerja lokal di PT GNI hanya diberikan upah sekitar Rp3,6 juta per bulan, di mana kenaikannya kira-kira Rp5 ribu. Hal itu yang menjadi sumbu dari adanya kericuhan yang terjadi di pabrik smelter yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2021 itu.

"Kemudian ada tentang upah, murah sekali upah di Morowali, tidak hanya di PT GNI, di Morowali memang rendah, ini tidak diperbaiki, karena ini perushaan raksasa tetapi upahnya sekitar Rp3,6 juta, kenaikan gaji cuma Rp5 ribu, kan menyakitkan seperti itu," ujar Said Iqbal saat dihubungi MNC Portal, Jumat (20/1/2023).

Di samping masalah upah, perbedaan budaya ketika Tenaga Kerja Asing (TKA) berdampingan dengan Tenaga Kerja Lokal juga membuat situasi di PT GNI memanas. Hingga pada puncaknya, bentrokan pun terjadi di dalam pabrik.

"Ada juga perilaku budaya, mereka kalau nyuruh itu suka pakai kaki, sebagian TKA, tidak semua, mungkin bagi dia biasa, tetapi bagaimana dengan orang Indonesia yang memiliki budaya timur," lanjut Said Iqbal.

Lebih lanjut Said Iqbal melihat PT GNI merupakan perusahaan yang besar untuk ukuran peleburan bijih nikel. Jika mengutip website perusahaan, memang perusahaan tersebut hasil dari Penanaman Modal Asing (PMA) asal China dengan nilai investasi Rp42,9 triliun.

Pabrik tersebut memiliki 25 jalur produksi, dengan kapasitas produksi 1,8 juta ton ferronikel per tahun dan di input bijih nikel sebanyak 21,6 juta ton. 

Meski perusahaan besar, nyatanya lingkungan penduduk di sekitar perusahaan masih belum sejahtera, atau belum banyak berkolaborasi dengan pengusaha daerah. Seperti harapan pemerintah dari adanya Invetasi yang masuk.

"Situasi ini diperparah dengan masyarakat yang kurang puas, mereka (masyarakat) sekeliling perusahaan itu miskin, akhirnya bercampur," pungkasnya. (NIA)

SHARE