Melihat Ekonomi Dunia di 2024 dari Kacamata BlackRock hingga Goldman Sachs
Sejumlah lembaga konsultan global merilis sejumlah outlook ekonomi global untuk 2024.
IDXChannel - Sejumlah lembaga konsultan global merilis sejumlah outlook ekonomi global untuk 2024. Lembaga-lembaga tersebut di antaranya BlackRock Investment Institute, JP Morgan, RHB Global, hingga Goldman Sachs.
Secara umum, iklim ekonomi makro global di tahun ini akan sangat dipengaruhi kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) dan kesehatan ekonomi negeri paman Sam tersebut.
Kondisi ekonomi China yang masih berjuang untuk pulih pasca-lockdown era pandemi Covid-19 juga sangat mempengaruhi dinamika makroekonomi global.
Tak lupa, ancaman ketegangan geopolitik seperti konflik di Timur Tengah yang kini melibatkan Israel-Palestina-Iran dan potensi konflik lainnya seperti di Taiwan menjadi peristiwa yang bisa berdampak bagi dinamika global.
Analis S&P Global Market Intelligence memperkirakan inflasi harga konsumen global tahunan akan mencapai sebesar 4,7 persen pada 2024, turun dari perkiraan 5,6 persen pada tahun 2023 dan mencapai puncaknya sebesar 7,6 persen pada 2022.
Tingkat inflasi harga konsumen yang lebih rendah pada 2024 dibandingkan dengan 2023 diperkirakan terjadi di sebagian besar wilayah.
Hal ini sejalan dengan tujuan mengembalikan inflasi ke tingkat sasarannya. Tingkat pertumbuhan PDB riil tahunan yang lebih lemah diperkirakan akan terjadi di seluruh wilayah terbesar pada 2024 dibandingkan dengan 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)
PDB riil tahunan global diperkirakan akan tumbuh lebih lambat pada 2024 di level 2,3 persen dibandingkan dengan perkiraan 2,7 persen pada 2023. Meskipun terdapat kekuatan di beberapa wilayah termasuk Asia Pasifik akan membantu mencegah hard landing global.
Tim Riset IDX Channel merangkum sejumlah pandangan lembaga konsultan ini mengenai outlook makroekonomi di 2024.
- Blackrock Investment Institute
Pada 2023, harapan pasar bangkit ketika perekonomian AS dapat mencapai soft landing atau inflasi kembali ke target The Fed sebesar 2 persen tanpa resesi. Namun, berbeda dengan negara-negara besar lainnya, ekonomi AS tumbuh dengan pesat pada kuartal ketiga 2023.
Inflasi inti AS telah turun tajam dan hampir 7 juta lapangan kerja baru telah diciptakan sejak Januari 2022, sebuah laju pertumbuhan lapangan kerja yang fenomenal dibandingkan dengan ekspansi ekonomi pada umumnya.
Dengan kondisi ini, ekonom Blackrock menyarankan sikap investor harus berusaha untuk menetralisir eksposur makro atau jika mereka memiliki keyakinan tinggi dan berhati-hati dalam mengambil eksposur investasi.
“Kami pikir kekuatan besar adalah cara lain untuk mengarahkan portofolio dan berpikir tentang blok bangunan portofolio yang melampaui kelas aset tradisional. Menurut pandangan kami, hal-hal tersebut menonjol sebagai pendorong keuntungan perusahaan, sehingga dapat menawarkan peluang potensial yang mungkin tidak berkorelasi dengan siklus makro,” tulis Blackrock dalam risetnya.
Sejumlah faktor yang baru muncul juga akan membentuk kembali lansekap pasar global, di antaranya seperti disrupsi digital dan kecerdasan buatan (AI).
Tekanan modal pada bank akan membuka jalan bagi para kreditur swasta dan non-bank untuk mengisi kekosongan penyaluran kredit bagian dari masa depan keuangan.
Ancaman populasi yang menua di sebagian besar perekonomian juga menuntut banyak negara dan pasar beradaptasi dalam perbedaan demografi.
Isu perubahan iklim muncul sebagai tema utama investasi baru dalam mendorong transisi energi rendah karbon. Ketika kerusakan iklim meningkat, ada potensi peningkatan permintaan untuk membantu perekonomian bersiap, beradaptasi, dan bertahan dari bahaya dampak perubahan iklim.
Blackrock juga melihat fragmentasi geopolitik dan persaingan ekonomi akan mendorong lonjakan investasi di bidang strategis sektor seperti teknologi, energi dan pertahanan.
- JP Morgan
Lembaga konsultan berbasis New York, AS, JP Morgan memprediksi prospek makroekonomi tahun 2024 tergantung pada tingkat konsumsi di sejumlah negara.
Perekonomian global telah tumbuh 2,8 persen sepanjang 2023, sejalan dengan laju rata-rata 15 tahun. Namun, di baliknya, banyak perbedaan yang terlihat dan bukan merupakan perbedaan yang diharapkan investor pada tahun ini.
Ini terlihat dari ekonomi zona euro, Inggris, Kanada, dan China yang berakhir mengecewakan, sementara ekonomi AS, Jepang, dan negara-negara berkembang selain China berakhir dengan kejutan positif.
Dalam hal ini, konsumsi masih menjadi faktor utama pertumbuhan ekonomi di sejumlah kawasan tersebut
Di Eropa, harga energi yang sudah lebih rendah dibanding 2022 tetap tak memiliki dampak signifikan untuk mendorong konsumsi, karena konsumen tetap berhati-hati dan tarif suku bunga yang lebih tinggi dan membebani sektor manufaktur.
Di China, berakhirnya kebijakan zero Covid-19 tidak terbukti mengganggu perekonomian. Namun, masih rendahnya tingkat kepercayaan konsumen menyebabkan lambatnya pemulihan dalam investasi, perekrutan, dan belanja meskipun tingkat mobilitas sudah normal.
Menurut JP Morgan, pada 2024, pertanyaan utama bagi perekonomian global adalah, apakah perbedaan ini akan terus berlanjut, dan jika tidak, apakah perbedaan tersebut akan berakhir ke arah positif atau negatif?
Belanja barang konsumsi di Jepang dan AS sangat kuat saat ini berada di atas tren sebelum pandemi, namun konsumen di zona euro, Inggris, dan China terpantau tetap berhati-hati, dengan tingkat belanja masing-masing masih berada di bawah tren sebesar 6 persen, 11 persen, dan 20 persen.
Kabar baiknya adalah tingkat tabungan akibat pandemi masih ada. Ada harapan untuk terjadinya percepatan kembali di Eropa, karena inflasi terus menurun dan meningkatkan pendapatan riil. Serta guncangan akibat lonjakan harga energi pada tahun 2022 mulai memudar.
Di China, konsumen mungkin akan tetap berhati-hati dalam jangka waktu yang lebih lama mengingat lemahnya pasar perumahan, namun para pengambil kebijakan kini berada dalam mode pro-pertumbuhan, sehingga memberikan landasan bagi pertumbuhan pada laju 5 persen tahun ini.
Sementara itu, seperti AS, pertumbuhan di Jepang dan negara-negara berkembang selain China akan mengalami penurunan dibandingkan tahun ini karena tingkat tabungan yang sudah habis.
Hal ini akan membuat pertumbuhan global tidak terlalu berbeda, meskipun sedikit lebih lambat dibandingkan rata-rata jangka panjangnya.
Kalender pemilu yang padat tahun ini juga mungkin akan menimbulkan konsekuensi, terutama yang terjadi di Taiwan (mengingat ketegangan geopolitik dengan China) dan India (mengingat momentum reformasi positif di bawah pemerintahan Modi).
- RHB Global
RHB Global merangkum sejumlah faktor yang akan menjadi fokus investor global pada tahun 2024.
Di antaranya, RHB Global memperkirakan pertumbuhan global akan meningkat pada tahun 2024. Lembaga ini mempertahankan perkiraan diatas konsensus untuk AS dan Perekonomian China akan tumbuh masing-masing sebesar 2,2 persen dan 5,0 persen pada tahun 2024.
RHB Global juga mengingatkan untuk waspada terhadap potensi percepatan kembali laju inflasi global yang disebabkan oleh kenaikan harga komoditas dan pendorong inflasi lainnya di tengah meningkatnya permintaan global pada tahun ini.
RHB Global juga melihat adanya bias kenaikan pada harga minyak mentah dan pangan. Lembaha ini juga mendasarkan perkiraan puncak Fed Fund Rate (FFR) AS pada 5,50 – 5,75 persen, dengan keseimbangan risiko untuk FFR sudah mencapai puncaknya pada 5.25 – 5.5 persen. Tingkat puncak FFR ini diperkirakan akan terwujud pada 1Q24 sebelum normalisasi 5,0 – 5,25 persen pada 2H24.
Potensi kenaikan suku bunga FFR AS pada 1Q24 kemungkinan akan menambah kekuatan dolar pada saat itu dan tetap positif pada outlook DXY dan memperkirakannya pada kisaran rata-rata 105 – 110 pada 1Q24. Sementara normalisasi suku bunga dapat menghasilkan potensi pelemahan dolar hingga di bawah 100 pada 2H24.
RHB Global juga memberikan pandangan di antaranya peringkat overweight (OW) terhadap pasar saham dan market weight (MW) untuk instrumen investasi Pendapatan Tetap dan underweight (UW) untuk instrumen Cash.
- Goldman Sachs
Goldman Sach memperkirakan perekonomian global akan tumbuh sebesar 2,7 persen tahun ini, 1 poin persentase di atas perkiraan konsensus Bloomberg tahun lalu. Ini mengingat pertumbuhan ekonomi tahun ini melampaui ekspektasi pada tahun 2023.
Dalam kondisi ini, AS diprediksi akan berada di jalur pertumbuhan sebesar 2,4 persen, 2 poin persentase di atas perkiraan konsensus tahun lalu. Sementara inflasi inti turun dari 6 persen pada tahun 2022 menjadi 3 persen secara berurutan di seluruh negara yang mengalami lonjakan harga pasca-Covid-19.
Sementara proyeksi di negara lain secara umum akan lebih kecil, namun Goldman Sach memperkirakan 88 persen negara yang termasuk dalam cakupan riset mereka akan mengalami penurunan berdasarkan PDB.
Disinflasi yang lebih besar diperkirakan akan terjadi pada tahun depan di AS. Meski normalisasi di pasar produk dan tenaga kerja saat ini sudah sangat maju. Sementara efek disinflasi sepenuhnya masih terasa, dan inflasi inti akan turun kembali ke 2-2,5 persen pada akhir tahun 2024.
“Kami terus melihat risiko resesi yang terbatas dan menegaskan kembali probabilitas resesi di AS hanya mencapai 15 persen,” tulis publikasi Goldman Sachs berjudul Macro Outlook 2024: The Hard Part Is Over.
Goldman Sach juga memperkirakan akan ada beberapa hambatan terhadap pertumbuhan global pada tahun 2024, termasuk pertumbuhan pendapatan riil rumah tangga yang kuat, hambatan yang lebih kecil dari pengetatan moneter dan fiskal, pemulihan aktivitas manufaktur, dan peningkatan keinginan bank sentral untuk melakukan pemotongan asuransi jika pertumbuhan melambat.
Sebagian besar bank sentral juga diprediksi besar kemungkinan sudah selesai menaikkan suku bunga, namun kondisi perkiraan ekonomi global yang kuat masih di bawah baseline.
Penurunan suku bunga juga mungkin tidak akan terjadi hingga semester kedua 2024. Ketika suku bunga akhirnya ditetapkan, Goldman Sachs memperkirakan bank sentral akan mempertahankan suku bunga kebijakan di atas perkiraan tingkat keberlanjutan jangka panjang saat ini.
Bank of Japan (BOK) kemungkinan akan mulai bergerak untuk keluar dari kendali kurva imbal hasil pada musim semi sebelum secara resmi keluar dan menaikkan suku bunga pada semester kedua 2024. Dengan asumsi inflasi masih berada pada jalur yang melampaui target 2 persen.
Pertumbuhan jangka pendek di China juga akan mendapat manfaat dari stimulus kebijakan lebih lanjut, namun perlambatan ekonomi selama beberapa tahun belakangan kemungkinan akan terus berlanjut. (ADF)