ECONOMICS

Menakar Dampak Pilpres AS ke Pasar Keuangan Global dan RI

Fiki Ariyanti 05/11/2024 07:01 WIB

Melihat dampak pemilu Amerika Serikat (AS) antara kandidat Donald Trump dan Kamala Harris terhadap pasar keuangan global dan Indonesia.

Menakar Dampak Pilpres AS ke Pasar Keuangan Global dan RI (foto mnc media)

IDXChannel - Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) akan digelar pada Selasa (5/11/2024) waktu setempat dengan kandidat Donald Trump dari Partai Republik dan Kamala Harris dari Partai Demokrat.

Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan menuturkan, berdasarkan data polling terbaru RealClearPolling, Donald Trump unggul dengan 67,1 persen dukungan dibandingkan dengan Kamala Harris yang memeroleh 33,1 persen. 

"Kesenjangan ini mencerminkan keunggulan yang cukup besar bagi Trump, meskipun situasi ini masih bisa berubah hingga hari pemilihan. Peta dukungan memperlihatkan bahwa wilayah-wilayah tengah dan selatan AS didominasi oleh dukungan untuk Trump, yang menunjukkan pengaruh kuat Partai Republik di sana," kata dia dalam risetnya, Senin (4/11/2024). 

Di sisi lain, ada beberapa negara bagian yang menjadi medan pertempuran, atau yang dikenal sebagai "swing states." Negara-negara bagian ini sangat strategis karena masih memiliki potensi untuk berpindah dukungan ke salah satu kandidat. 

Fokus kampanye kedua kandidat kemungkinan besar akan tertuju pada negara-negara bagian ini, mengingat pengaruh mereka yang besar terhadap perolehan suara total di tingkat nasional. 

Selain itu, hal ini mungkin disebabkan oleh kampanye populisnya yang efektif, fokus pada isu ekonomi dan keamanan yang relevan bagi pemilih, kelemahan dari kubu Kamala Harris yang mengalami penurunan dukungan, serta pengaruh pemberitaan media yang cenderung positif terhadap Trump. 

"Sehingga, jika menggabungkan antara apa yang penting dalam pilpres AS, yakni persoalan ekonomi (inflasi dan ketenagakerjaan) dan Donald Trump dianggap lebih mampu untuk membuat kebijakan ekonomi yang baik, maka hal tersebut menjadikan Donald Trump cukup diunggulkan dalam kontestasi pilpres AS 2024," ujar Felix. 

Harapan Rakyat AS

Dia mengatakan, masyarakat AS dalam survei Pewresearch pada September 2024 menganggap persoalan ekonomi menjadi krusial yang harus diselesaikan oleh kedua calon presiden. Bagi para pemegang suara, khususnya untuk persoalan volatilitas inflasi, ketersediaan pekerjaan, dan kebijakan fiskal (pajak dan belanja pemerintah). 

"Kami mencoba untuk melakukan perbandingan proposal kebijakan, khususnya di bidang ekonomi, seperti kebijakan perpajakan, perdangangan internasional, serta hal lainnya antara Kamala Harris dan Donald Trump yang bisa berdampak cukup signifikan dan berimplikasi pada volatilitas pasar keuangan dan ekonomi global," kata Felix.

"Keduanya mengusung visi yang sangat kontras, terutama dalam hal perpajakan, perdagangan internasional, regulasi industri, dan perlindungan tenaga kerja," ujar Felix.

Utang AS Mencatat Rekor

Felix menambahkan, persoalan utang publik menjadi salah satu isu yang panas dalam menyambut pemilu presiden AS 2024 karena Departemen Keuangan AS mencatatkan peningkatan total utang AS yang mencapai USD35,4 triliun pada September 2024. 

"Utang AS meningkat dengan kecepatan USD1 triliun sekira setiap 100 hari," katanya. 

Lebih lanjut diakuinya, beban pembayaran bunga utang AS melesat sebesar USD2,4 miliar per hari. Jumlah rata-rata itulah yang dibayarkan oleh Departemen Keuangan AS untuk membayar bunga neto di sepanjang 2024 yang secara agregat mencapai USD882 miliar.

"Nilai tersebut setara dengan 3,06 persen dari PDB AS dan 18 persen dari pendapatan federal, menjadi belanja terbesar dalam anggaran federal melampaui belanja militer dan medicare," tutur Felix. 

Yield Obligasi AS Naik

Kenaikan imbal hasil obligasi AS pada berbagai tenor menjadi sebuah indikator jika pasar cukup mem-price in peluang Donald Trump untuk memenangi pemilu AS 2024. 

"Karena Trump adalah kandidat yang pro-growth dengan pelonggaran fiskal dan deregulasi yang ditawarkannya. Di bawah Trump, level ekonomi tumbuh 4 persen dengan tingkat inflasi 2-4 persen dapat menghasilkan imbal hasil obligasi jangka panjang di 6-8 persen," kata Felix. 

Di sisi lain, sambungnya, kombinasi dari pelonggaran fiskal serta tingginya utang (serta pembayaran bunga utang) yang dikhawatirkan dapat memperlembar defisit, serta berpotensi meningkatkan suplai penerbitan (US Treasury) UST, sehingga mendorong peningkatan suplai UST lebih tinggi seiring tuntutan risk premium dari para investor.

Lebih jauh, Felix menjelaskan, perbandingan rasio imbal hasil emas dengan UST menggambarkan pergeseran signifikan dalam sentimen investor, dengan preferensi yang semakin besar terhadap emas dibandingkan UST. 

Secara historis, baik emas maupun UST dianggap sebagai aset safe haven, tetapi daya tarik keduanya dapat berubah tergantung pada konteks keuangan yang lebih luas. 

"Ketika investor beralih ke emas daripada Treasury, hal ini sering menunjukkan ketidakpercayaan terhadap utang pemerintah, sebuah tren yang diamati berbagai analisis ekonomi selama periode ketidakstabilan ekonomi, inflasi tinggi, atau ketidakpastian geopolitik," ujarnya. 

Dampak Pilpres AS ke Pasar Keuangan Global dan RI

Felix menilai, naiknya elektabilitas Donald Trump pada Pilpres AS meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan seiring berbagai program yang diajukan berpotensi meningkatkan inflasi dan tingginya kebutuhan penerbitan UST. 

"Kami menilai jika dalam fenomena di pasar keuangan global, khususnya di AS dapat menjadi sebuah hal yang menandakan jika turbulensi di pasar keuangan global tidak dapat dielakkan. Setidaknya hal tersebut tercermin dari pergerakan MOVE Index dan Volatility Index," tuturnya.

"Seiring dengan ketidakpastian politik AS dengan unggulnya Donald Trump yang berdampak pada peningkatan inflasi dan defisit anggaran yang lebar, terus naiknya tingkat utang dan bunga utang As ke level tertinggi, dan berkurangnya tone dovish dari The Fed dapat berpotensi mengganggu stabilitas pasar keuangan domestik, khususnya bagi IHSG, arus inflow investor asing, dan Rupiah," kata Felix.

(Fiki Ariyanti)

SHARE