Menakar Nasib Startup Asia Tenggara Pasca Runtuhnya SVB
Kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) secara tiba-tiba pada Jumat (10/3) telah membuat investor dan perusahaan rintisan teknologi (startup) di beberapa belahan du
IDXChannel - Kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) secara tiba-tiba pada Jumat (10/3) telah membuat investor dan perusahaan rintisan teknologi (startup) di beberapa belahan dunia ketar-ketir.
Kabar ini menjadi mimpi buruk selama akhir pekan, terutama di AS dan Inggris, yang terkait dengan SVB lebih erat melebihi banyak startup yang ada di Asia Tenggara, India, dan China.
Pernyataan bersama oleh Departemen Keuangan AS dan bank sentral The Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat (AS) mengatakan berbagai langkah untuk menstabilkan sistem perbankan akan dilakukan. Langkah ini tampaknya berhasil menenangkan beberapa kegelisahan pasar. Dikatakan dalam pernyataan tersebut, simpanan yang ada di SVB akan dapat diakses oleh para deposan pada Senin (13/3).
Selain itu, The Fed mengumumkan akan menyediakan lebih banyak dana melalui Bank Term Funding Program (BTFP) terbaru.
“Secara rasional, ini seharusnya cukup untuk menghentikan penyebaran dan mencegah jatuhnya lebih banyak bank, yang dapat terjadi dalam sekejap mata di era digital. Namun, efek penularan selalu bersifat irasional, jadi kami akan menekankan bahwa tidak ada jaminan ini akan berhasil," kata Ashworth, Senin (13/3).
Terpapar, Namun Berpotensi Terdampak
Di Asia Tenggara, pengelola dana atau fund manager menghadapi beban paling berat dari keruntuhan ini. Beberapa mitra umum regional SVB, termasuk Wavemaker Partners dan Openspace Ventures, diketahui telah memiliki setidaknya satu rekening bank di SVB.
Sementara dalam posting LinkedIn-nya, Golden Gate Ventures juga mengonfirmasi bahwa perusahaan modal ventura ini telah memiliki koneksi dengan SVB.
Perlu diketahui, Golden Gate Ventures adalah pemodal startup yang berinvestasi ke beberapa perusahaan rintisan Tanah Air seperti Alodokter, Klinik Pintar, Warung Buku TaniHub hingga Goplay.
Para mitra umum regional SVB biasanya tidak menyimpan banyak uang tunai di rekening dana mereka, tetapi jumlahnya bisa signifikan jika mereka mulai mengelola kendaraan dana yang lebih besar.
“Dalam proses investasi di perusahaan startup, terdapat capital call yang dapat mencapai 10-15% dari dana utama. Jadi jika jumlah pendanaan sebesar USD300 juta dan call 10%, mereka akan menyimpan USD30 juta di rekening bank SVB mereka,” ujar salah satu investor modal kapital kepada DealStreetAsia, Senin (13/3).
Dilaporkan DealStreetAsia, mitra umum regional SVB di Asia Tenggara yang baru-baru ini melakukan capital call dengan bank berbasis di Santa Clara tersebut pada dasarnya menemukan uang mereka ‘terperosok ke dalam lubang hitam’.
“Saya bersimpati kepada siapa pun yang berada di tempat yang buruk karena situasi ini. Bank run yang cukup rendah cenderung dikhawatirkan oleh VC dan startup. Jangan lupa bahwa SVB adalah salah satu bank terbesar di AS,” kata seorang investor kepada DealStreetAsia.
Tidak diketahui bahwa SVB telah memperluas modal ke startup Asia Tenggara, meskipun beberapa startup diketahui mengikuti beberapa program akselerator di AS dan Inggris seperti Y Combinator dan Entrepreneur First.
Y Combinator (YC) adalah akselerator startup teknologi AS yang diluncurkan pada Maret 2005. YC diketahui telah mengorbitkan lebih dari 4.000 startup termasuk Airbnb, Coinbase, Cruise, DoorDash, Dropbox, Instacart, Quora, PagerDuty, Reddit, Stripe, dan Twitch. Kombinasi valuasi YC mencapai lebih dari USD600 miliar pada Januari 2023.
Untuk memahami berapa banyak investasi pada tahap pra-pembibitan (pre-seed stage) startup, data Crunchbase memetakan investasi awal yang dilakukan Y Combinator. Angkanya terpantau meroket sejak 2005 hingga 2020. (Lihat grafik di bawah ini.)
Y Combinator yang juga merupakan jebolan Silicon Valley, kawasan di mana banyak startup AS lahir, diketahui merupakan klien utama SVB. Menurut CEO YC, Garry Tan, hampir sepertiga dari startup Y Combinator secara global memiliki eksposur ke SVB sebagai satu-satunya rekening bank mereka.
Di Asia Tenggara, Y Combinator telah mencatatkan total 111 startup aktif dari seluruh kawasan ini. Perusahaan-perusahaan ini biasanya akan menyetor cek pertama mereka dengan SVB atau pemberi pinjaman lokal seperti startup Aspire dan sekarang dapat melihat krisis modal kerja.
Setidaknya, terdapat 33 startup RI yang terhubung dengan Y Combinator. Lulusan Y Combinator Asia Tenggara khususnya dari Indonesia, di antaranya Xendit, Ajaib, Shipper, Fazz, Super, Buku Warung, Materee, Payable, Delegasi, CrediBook, Fresh Factory, Bananas, Aigis, Deall Jobs, Finku, PINA, Bakool, Sribuu, UpBanx, Whiz, Dropezy, bipi, Transfez, Lumina, StafBook, Titipku, Sirka, Verihubs, Arbofinance, ErudiFi, Dropee, Pahamify, Eden Farm.
Menurut laporan Bloomberg, salah satu investor startup teraktif Asia Tenggara, Temasek Holdings Singapura telah menjangkau perusahaan portofolionya untuk mengukur keterpaparan mereka terhadap SVB. Investor negeri Singa tersebut menyatakan tidak memiliki hubungan langsung dengan SVB.
Startup Asia Tenggara yang memperoleh dana dari 500 Global dan Hedosophia termasuk di antara mereka yang memiliki paparan langsung ke SVB. Hal ini diungkap menurut daftar deposan yang disusun oleh penyedia layanan uji tuntas Castle Hall berdasarkan data US Securities and Exchange Commission (SEC). Beberapa portofolio utama 500 Global yang terdapat di Asia Tenggara di antaranya unicorn Asia Tenggara seperti Grab, Bukalapak, Carousell, Carsome, FinAccel.
Ini menjadi alarm serius bagi startup khususnya di Asia Tenggara. Di saat perusahaan rintisan masih berjuang dalam mengembangkan bisnis, kolapsnya induk keuangan SVB perlu disikapi dengan kehati-hatian. (ADF)