Mendag Mau Beri Subsidi Petani Gula Rp1.000 per Kg, CIPS: Nanti Ketergantungan!
Kemendag berencana memberikan subsidi Rp1.000 per kilogram kepada petani gula. Rencana ini dinilai tidak tepat dan hanya akan memberikan efek ketergantungan.
IDXChannel - Kementerian Perdagangan berencana memberikan subsidi Rp1.000 per kilogram kepada petani gula. Rencana ini dinilai tidak tepat dan hanya akan memberikan efek ketergantungan kepada petani.
Menurut Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) masalah yang dialami petani gula saat ini adalah kesulitan mendapatkan pupuk subsidi. Pasalnya harga pupuk non subsidi melambung akibat perang Rusia-Ukraina.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi mengatakan, pemerintah perlu memberikan solusi yang menyasar kepada permasalahan, supaya kualitas gula petani bisa meningkat dan berdaya saing.
"Subsidi juga dapat menimbulkan efek ketergantungan. Kedepannya bukan tidak mungkin penghapusan subsidi terhadap harga gula petani akan cukup sulit," ujar Azizah, Senin (11/7/2022).
Dia mengungkap, salah satu keluhan petani adalah kesulitan untuk mengakses pupuk nonsubsidi akibat tingginya harga. Hal ini, lanjutnya, terjadi karena ada kesenjangan harga yang lebar antara pupuk subsidi dan pupuk non-subsidi.
“Dalam situasi kenaikan harga pupuk mengikuti kenaikan harga komoditas, harga pupuk bersubsidi bisa tetap sama karena dijamin oleh HET. Hal ini menyebabkan kesenjangan harga yang semakin besar dengan pupuk nonsubsidi dan membuatnya semakin tidak kompetitif,” tambahnya.
Selain itu, Azizah menerangkan, konflik geopolitik yang sedang terjadi salah satunya berdampak pada kenaikan harga gas, yang merupakan salah satu bahan baku pupuk nonsubsidi, karena harga pupuk bersubsidi sudah diatur untuk tidak melebihi HET.
Oleh sebab itu, Peneliti CIPS menghimbau agar program pupuk bersubsidi sendiri dievaluasi efektivitasnya karena belum mampu meningkatkan produksi komoditas pangan pokok, seperti contohnya beras.
"Dengan porsi anggaran subsidi non-energi terbesar dengan rata-rata tahunan mencapai Rp 31,53 triliun di periode 2015-2020, reformasi kebijakan pupuk nasional cukup mendesak untuk dilakukan, termasuk dengan mengevaluasi mekanisme subsidi dan merencanakan penghapusan bertahap," terang Azizah.
Untuk itu, lanjutnya, alih-alih memberikan subsidi, pemerintah sebaiknya membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada petani untuk bisa mengakses pupuk nonsubsidi dan pupuk bersubsidi (untuk mereka yang masih menerima bantuan).
Dengan demikian diharapkan petani bisa menggunakan pupuk sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam konteks gula, revitalisasi pabrik –pabrik gula juga perlu terus dilakukan, salah satunya bisa didorong lewat mekanisme investasi yang berkelanjutan.
"Pengembangan riset untuk mendukung proses produksi yang efisien juga perlu terus dilakukan," tutupnya. (RRD)