ECONOMICS

Menkop Teten Catat Delapan Koperasi Simpan Pinjam Gagal Bayar hingga Rp26 T

Michelle Natalia 12/07/2022 18:35 WIB

Menkop Teten Masduki mengatakan ekosistem kelembagaan koperasi saat ini belum sepenuhnya ideal. Terindikasi dari koperasi yang gagal bayar.

Menkop Teten Catat Delapan Koperasi Simpan Pinjam Gagal Bayar hingga Rp26 T. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan ekosistem kelembagaan koperasi saat ini belum sepenuhnya ideal. Hal itu terindikasi dari masih adanya koperasi simpan pinjam (KSP) yang gagal bayar.

Dia bahkan mengatakan ada delapan koperasi dengan nilai gagal bayar mencapai sebesar Rp26 triliun. Hal itu tak lepas dari aturan terkait koperasi.

Menurut Teten, jika dibandingkan dengan perbankan yang memiliki lembaga pengawasan, koperasi dikatakan memiliki aturan untuk mengatur dan mengawasi diri sendiri. Hal inilah yang kemudian membuat KSP mengalami permasalahan gagal bayar ini.

“Dalam praktiknya, banyak KSP yang menjadi shadow banking, bukan lagi koperasi. Jadi kebanyakan koperasi ini didirikan oleh usaha besar. Bukan lagi konsep usaha dari orang kecil. Ini enggak bisa kita biarkan, harus kita atur kalau tidak nanti koperasi akan semakin rusak," kata Teten dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Ekosistem Perkoperasian sekaligus Pengesahan Universitas Koperasi Indonesia (Ikopin University) di Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/7/2022).

Oleh karena itu, dalam memperingati Hari Koperasi Nasional yang ke-75 di Indonesia, Teten menekankan pentingnya perbaikan dan penguatan ekosistem kelembagaan koperasi. Salah satu langkah untuk mereformasi ekosistem kelembagaan koperasi adalah dengan merevisi Undang-Undang Perkoperasian agar semakin relevan dengan perkembangan zaman.

"Kita akan memperkuat ekosistem kelembagaan koperasi agar mampu menghadirkan ekosistem bisnis koperasi yang dinamis, adaptif, dan akomodatif,” ujar Teten.

Lebih lanjut, Teten menjelaskan Dia menekankan bahwa saat ini koperasi harus masuk ke dalam semua sektor, bukan hanya simpan pinjam. Maka dari itu, KemenKopUKM saat ini juga tengah mengembangkan koperasi yang bergerak di sektor riil.

Teten menilai, di dalam struktur ekonomi yang didominasi usaha mikro atau mencapai 97 persen dengan omzet Rp2 miliar ke bawah per tahun ini kebanyakan bergerak di sektor usaha pertanian, fesyen, kuliner, dan lainnya.

Dalam hal ini, koperasi-koperasi memiliki potensi besar untuk mengkonsolidasi atau mengagregasi usaha kecil ini untuk masuk ke dalam skala ekonomi.

"Termasuk di sektor pertanian, misalnya suplai sayuran dan buah dari petani kecil perorangan itu susah sekali sehingga muncul tengkulak. Ini tidak bagus buat kesejahteraan petani. Butuh agregator dan Koperasi bisa mengambil bagian," katanya.

"Kita sudah membuat piloting konsep corporate farming melalui koperasi. Saat ini kita coba produk hortikultura dan kelapa sawit. Mudah-mudahan kalau lancar petani yang bergabung di koperasi dengan luas 1.000 hektare bisa membangun koperasi sawit yang menghasilkan minyak makan merah," ucap Teten.

Menurutnya, saat ini koperasi harus mengubah pola pikir mereka karena jika tidak, koperasi hanya akan mengalami penuaan dan tidak bisa mengikuti bisnis yang modern.

Senada disampaikan Rektor Ikopin University koperasi, Abdullah menilai bahwa perjalanan koperasi yang sudah mencapai usia 75 tahun ini semestinya bisa semakin lebih baik dari sisi tata kelolanya.

"Saya sempat berpikir kalau koperasi begini-begini saja, bagaimana kita bisa mencapai visi Indonesia emas 2045. Padahal koperasi merupakan wadah untuk demokrasi kita. Jadi mari kita benahi dan tata koperasi kita," ujar Abdullah.

(FRI)

SHARE