Menteri ESDM Targetkan Aturan Pembatasan Pembelian BBM Subsidi Rampung Bulan Ini
Menteri ESDM revisi Perpres 191/2014 tentang BBM bersubsidi sedang difinalisasi dan dikaji lebih lanjut oleh Kemensetneg.
IDXChannel – Kementerian ESDM hingga saat ini terus menggodok revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM. Aturan tersebut bakal berisi pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi berdasarkan jenis kendaraan.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan revisi Perpres itu akan memastikan pengawasan serta pengendalian konsumsi komoditas subsidi itu di tengah masyarakat setelah penyesuaian harga diambil pemerintah akhir pekan lalu.
Pemerintah juga tengah merampungkan kriteria kendaraan yang dapat mengonsumsi BBM subsidi tersebut. Misalkan, Arifin mencontohkan, besaran CC kendaraan ikut dirumuskan lewat pematangan revisi Perpres yang diharapkan rampung bulan ini.
“Nanti ada beberapa opsi, itu nanti yang akan difinalkan, mudah-mudahan bisa bulan ini selesai,” ujarnya saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Adapun tahapan pembahasan payung hukum pembatasan pembelian BBM subsidi itu masih dikaji lebih lanjut di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). “Pemerintah bersama dengan instansi terkait akan melakukan upaya-upaya untuk mengurangi kebocoran. Revisi Perpres lagi disiapkan dulu di Setneg,” kata Arifin.
Sebagaimana diketahui, pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga Pertalite dari posisi awal Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, diikuti Solar subsidi dari harga awal Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. Adapun harga Pertamax non subsidi turut dikerek dari angka Rp12.500 ke posisi Rp14.500 per liter.
Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menilai negatif manuver pemerintah yang belakangan justru menaikkan kuota bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar di tengah kemampuan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 yang terbatas.
Said menganggap keputusan pemerintah itu terkesan gegabah di tengah mekanisme penyaluran subsidi BBM yang masih longgar atau tidak tepat sasaran. Konsekuensinya, kuota yang ditambah justru menghabiskan alokasi subsidi dengan tidak terukur.
(FRI)